Cost recovery adalah istilah penting dalam industri hulu migas. Sistem ini mengatur penggantian biaya produksi yang dikeluarkan kontraktor. Pemahaman mendalam tentang cost recovery krusial bagi pelaku industri dan publik yang ingin memahami dinamika sektor energi ini.
Dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas), cost recovery menjadi mekanisme penggantian biaya produksi. Biaya ini mencakup eksplorasi, pengembangan lapangan, dan operasi. Regulasi terkait cost recovery, antara lain, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010.
Lalu, Apa Cost Recovery dalam Industri Hulu Migas?
Cost recovery merupakan mekanisme penggantian biaya yang dikeluarkan kontraktor bagi hasil dalam kegiatan produksi migas. Biaya yang diganti meliputi eksplorasi, pengembangan lapangan, dan operasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 mengatur hal ini secara rinci. Kontraktor berhak mendapatkan kembali biaya operasi sesuai rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial.
Status produksi komersial ditetapkan melalui persetujuan Menteri atas rencana pengembangan lapangan yang pertama kali diproduksi. Jika wilayah kerja tidak menghasilkan produksi komersial, seluruh biaya operasi menjadi risiko dan beban kontraktor.
Persoalan Cost Recovery
Penerapan cost recovery seringkali menimbulkan perdebatan. Salah satu contohnya adalah perbedaan pendapat mengenai biaya yang dapat diganti negara antara perusahaan minyak (KKKS) dengan SKK Migas.
Mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, pernah menyoroti masalah ini. Ia mengungkapkan adanya perdebatan mengenai biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke negara melalui mekanisme cost recovery.
Jonan juga menyinggung potensi pembengkakan cost recovery yang mengakibatkan berkurangnya jatah minyak negara. Hal ini seringkali terjadi akibat inefisiensi operasional.
Skema Pengganti Gross Split dan Perkembangannya
Skema gross split diperkenalkan sebagai alternatif cost recovery. Sistem ini dianggap lebih ringkas karena tidak perlu memperdebatkan biaya yang dibebankan ke negara.
Gross split dinilai berpotensi meningkatkan keuntungan bagi hasil negara dan lebih disukai beberapa negara. Penerimaan negara menjadi lebih pasti karena bagi hasil dilakukan di awal tanpa pengurangan biaya cost recovery.
Namun, skema ini mengalami perkembangan. Pada tahun 2020, pemerintah memberikan fleksibilitas kepada investor untuk memilih antara gross split atau cost recovery. Kini, pemerintah berencana merevisi aturan gross split menjadi *new simplified gross split*.
Revisi ini bertujuan mengakomodir pengembangan migas non-konvensional (MNK). Perbedaan karakteristik investasi antara migas konvensional dan MNK menjadi pertimbangan utama.
Pengembangan MNK membutuhkan kecepatan dalam pengambilan keputusan, yang sulit dicapai dengan mekanisme cost recovery yang membutuhkan persetujuan berlapis.
Revisi juga bertujuan menyederhanakan ketentuan gross split yang lama. Meskipun demikian, skema gross split tetap dipertahankan.
Kesimpulannya, cost recovery merupakan bagian integral dari industri hulu migas, namun juga menimbulkan tantangan. Perkembangan skema gross split menunjukkan upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih fleksibel dan efisien, terutama dalam menghadapi tantangan pengembangan migas non-konvensional. Perubahan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus mendorong investasi di sektor migas.
