Langit di atas Irak, Kuwait, dan Bahrain tampak lengang dari lalu lintas udara setelah serangan Iran ke pangkalan AS di Qatar. Kejadian ini memicu kekhawatiran global dan mengakibatkan gangguan signifikan terhadap penerbangan sipil di kawasan tersebut.
Serangan Iran tersebut terjadi sebagai balasan atas serangan AS ke fasilitas nuklir Teheran, yang dituduh membantu Israel. Insiden ini semakin memperkeruh situasi geopolitik yang sudah tegang di Timur Tengah, meningkatkan risiko eskalasi konflik lebih lanjut.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada Selasa (24/6) pagi melalui Flightradar24, Irak terlihat hampir tanpa aktivitas penerbangan. Situasi ini menunjukkan dampak langsung dari ketegangan politik terhadap sektor penerbangan komersial.
Kuwait mencatat gangguan penerbangan yang signifikan, dengan indeks 4,4 untuk kedatangan dan 5,0 untuk keberangkatan. Ini mengindikasikan adanya penundaan yang cukup lama dan beberapa pembatalan penerbangan. Gangguan serupa juga tercatat di Bandara Dammam King Fahd dan di Bahrain, meski Flightradar24 tidak menandai Bahrain sebagai wilayah dengan gangguan penerbangan.
Bahrain dan Kuwait sempat menutup wilayah udara mereka, namun kemudian dibuka kembali. Langkah ini menunjukkan upaya untuk meminimalkan dampak lebih lanjut terhadap penerbangan internasional, meskipun risiko tetap ada.
Bandara Dubai, yang juga merasakan dampaknya, melaporkan penangguhan operasi sebentar, namun telah dilanjutkan kembali. Meski demikian, pihak bandara memperingatkan kemungkinan adanya penundaan dan pembatalan penerbangan.
Qatar, yang menjadi target serangan Iran, menutup wilayah udaranya sebagai tindakan pencegahan dan keamanan. Penutupan ini tentunya berdampak besar pada jalur penerbangan yang melewati kawasan tersebut.
Konflik yang telah berlangsung sejak 13 Juni, yang dimulai dengan serangan Israel terhadap Iran, telah mengakibatkan korban jiwa yang signifikan. Lebih dari 400 warga Iran tewas dan sedikitnya 3.056 lainnya terluka, sementara sedikitnya 24 warga Israel tewas dalam serangan balasan Iran. Angka korban jiwa ini merupakan indikator dari intensitas konflik yang sedang terjadi.
Menurut laporan Aljazeera, lalu lintas udara di wilayah Irak, Suriah, Lebanon, dan Yordania juga mengalami penurunan drastis. Penurunan ini mencerminkan dampak meluas dari konflik terhadap keamanan dan stabilitas kawasan Timur Tengah.
Situasi ini menyoroti kerentanan sektor penerbangan terhadap konflik geopolitik. Gangguan penerbangan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, tetapi juga mengganggu perjalanan dan aktivitas jutaan orang.
Ketegangan antara Iran dan AS, serta keterlibatan Israel, terus meningkatkan risiko konflik lebih lanjut. Penting bagi semua pihak untuk menahan diri dan mencari solusi damai untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan meminimalkan dampak negatif terhadap warga sipil.
Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas strategi militer dalam mencapai tujuan politik. Konflik bersenjata seringkali menghasilkan konsekuensi yang tidak terduga dan berdampak luas, tidak hanya pada pihak yang terlibat secara langsung, tetapi juga pada masyarakat global.
Ke depan, diperlukan upaya diplomasi intensif untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut. Kerjasama internasional dan dialog konstruktif merupakan kunci untuk menyelesaikan konflik dan membangun perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.
(lom/dmi)