Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai puncaknya setelah serangan balasan besar-besaran yang dilakukan kedua negara. Serangan dimulai dengan operasi militer Israel yang menargetkan puluhan lokasi di Iran, yang disebut Operasi Rising Lion oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Operasi ini, menurut Netanyahu, bertujuan untuk melumpuhkan program nuklir Iran.
Sebagai respons, Korps Garda Revolusi Iran melancarkan serangan balasan dengan rudal balistik, menargetkan “puluhan target, pusat militer, dan pangkalan udara” di Israel dalam operasi yang mereka namakan “True Promise 3”. Serangan ini memicu ledakan dan kilatan cahaya di Yerusalem dan Tel Aviv, dengan sistem pertahanan Kubah Besi Israel berupaya mencegat rudal-rudal tersebut.
Serangan Timbal Balik: Israel vs Iran
Serangan Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menargetkan fasilitas nuklir Iran, termasuk fasilitas pengayaan uranium di Natanz. Netanyahu menegaskan bahwa serangan ini adalah tindakan pencegahan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Iran membantah klaim Israel bahwa program nuklirnya bertujuan untuk mengembangkan senjata nuklir, dan menyatakan program tersebut hanya untuk tujuan sipil. Namun, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah beberapa kali menyatakan keprihatinan atas aktivitas nuklir Iran.
Serangan balasan Iran yang menggunakan rudal balistik menghantam beberapa lokasi di Israel, termasuk Tel Aviv dan Ramat Gan. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melaporkan bahwa sebagian besar rudal berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara, namun beberapa rudal berhasil menghantam sasaran.
Akibat serangan tersebut, puluhan orang dirawat di rumah sakit Israel, dengan beberapa diantaranya dalam kondisi kritis. Kondisi darurat diberlakukan di Israel sebagai antisipasi serangan lebih lanjut.
Korban Jiwa dan Kerusakan
Media pemerintah Iran melaporkan bahwa sejumlah pemimpin senior Iran tewas dalam serangan Israel. Di antara mereka adalah Hossein Salami, kepala Garda Revolusi Iran, yang dikenal karena retorika kerasnya terhadap AS dan sekutunya.
Selain Salami, dilaporkan juga Mohammad Bagheri, kepala staf Angkatan Bersenjata Iran, dan Gholamali Rashid, komandan Markas Pusat Khatam-al Anbiya, tewas dalam serangan tersebut. Dua ilmuwan nuklir senior, Fereydoon Abbasi dan Mohammad Mehdi Tehranchi, juga menjadi korban.
Di sisi Israel, kerusakan bangunan dilaporkan terjadi di beberapa lokasi akibat serangan rudal Iran. Meskipun sebagian besar rudal berhasil dicegat, dampak serangan ini cukup signifikan, menimbulkan kepanikan dan kerugian.
Laporan kerusakan dan korban jiwa masih terus berkembang dan diverifikasi.
Reaksi Internasional dan Klaim Amerika Serikat
Amerika Serikat, melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio, menyatakan tidak terlibat dalam serangan Israel terhadap Iran. Namun, Rubio menekankan bahwa AS tetap berkomitmen untuk melindungi pasukannya di wilayah tersebut.
Reaksi internasional terhadap serangan timbal balik ini beragam. Beberapa negara mengutuk kekerasan tersebut dan menyerukan deeskalasi, sementara yang lain menyatakan dukungan mereka untuk salah satu pihak yang terlibat.
PBB juga turut angkat bicara, mendesak kedua negara untuk menahan diri dan menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi. Ketegangan yang tinggi antara Iran dan Israel menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya konflik di Timur Tengah.
Insiden ini menandai eskalasi signifikan dalam ketegangan antara Iran dan Israel, menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian di kawasan tersebut. Dampak jangka panjang dari serangan ini masih belum bisa dipastikan, namun jelas bahwa situasi ini membutuhkan penyelesaian diplomatik yang segera untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dan kerugian yang lebih besar.