Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50 persen. Langkah ini dinilai sebagai respons aktif terhadap potensi pelonggaran moneter global dan menunjukkan kepercayaan BI terhadap stabilitas ekonomi domestik. Namun, pergerakan ini juga memicu kekhawatiran potensi dampak negatif terhadap nilai tukar Rupiah.
Penurunan BI-Rate memang berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian, terutama dalam meningkatkan permintaan kredit. Namun, risiko pelemahan Rupiah juga perlu diwaspadai.
Dampak Penurunan BI-Rate terhadap Nilai Tukar Rupiah
Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, menyoroti potensi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah akibat penurunan BI-Rate. Kekhawatiran ini muncul di tengah penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang global. Ia menekankan pentingnya pengelolaan ekspektasi pasar agar dampak negatif dapat diminimalisir.
Penurunan BI-Rate dapat meningkatkan daya saing ekspor, khususnya komoditas dan produk manufaktur. Namun, hal ini tetap bergantung pada permintaan global dan hambatan tarif di negara tujuan ekspor.
Penguatan dolar AS juga menjadi faktor eksternal yang perlu diperhatikan. Indeks dolar AS (DXY) meningkat 0,22 persen secara mingguan, dari 99,11 menjadi 99,33.
Meskipun ada potensi pelemahan Rupiah, Josua menilai risiko tersebut masih terkendali. Hal ini didukung oleh meredanya tekanan eksternal, penguatan cadangan devisa, dan kembalinya aliran modal portofolio ke pasar domestik.
Pelemahan Rupiah berpotensi meningkatkan biaya impor, terutama bagi sektor manufaktur dan infrastruktur. Sebaliknya, sektor ekspor dapat diuntungkan dari peningkatan daya saing.
Strategi Bank Indonesia dan Antisipasi Risiko
Penurunan BI-Rate ke level 5,50 persen merupakan langkah proaktif BI. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap potensi penurunan suku bunga oleh The Fed di semester kedua tahun 2025.
Inflasi yang terkendali di bawah 3 persen juga memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. BI menunjukkan kesiapannya beradaptasi dengan perkembangan ekonomi global.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP). Penurunan ini didasarkan pada tren penurunan suku bunga simpanan perbankan dalam dua bulan terakhir dan kondisi likuiditas perbankan yang longgar.
LPS menyesuaikan TBP secara konsisten dengan dinamika pasar uang dan kebijakan BI. Tujuannya adalah menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah perubahan suku bunga.
Potensi Peningkatan Permintaan Kredit dan Dampaknya
Penurunan BI-Rate dan TBP berpotensi meningkatkan permintaan kredit, khususnya dari sektor UMKM dan padat karya. Kedua sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Biaya pinjaman yang lebih rendah memudahkan UMKM mengakses pembiayaan. Hal ini penting untuk ekspansi usaha atau menjaga arus kas, terutama menghadapi tekanan biaya produksi.
Sektor padat karya juga diuntungkan. Penurunan suku bunga dapat mendorong mereka mempertahankan tenaga kerja dan meningkatkan kapasitas produksi. Secara keseluruhan, langkah ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi.
Penurunan suku bunga juga berpotensi meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan konsumsi rumah tangga. Dukungan finansial bagi UMKM sangat dibutuhkan dalam situasi ekonomi saat ini.
Penurunan BI-Rate oleh Bank Indonesia merupakan strategi yang kompleks dengan potensi dampak positif dan negatif. Meskipun ada risiko pelemahan Rupiah, langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan kredit, terutama di sektor UMKM dan padat karya. Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada pengelolaan ekspektasi pasar dan perkembangan ekonomi global. Pemantauan yang ketat terhadap perkembangan nilai tukar Rupiah dan dampaknya terhadap sektor riil tetap penting.