Rupiah menunjukkan kinerja yang mengesankan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Kamis, 5 Juni 2025. Nilai tukar rupiah ditutup di kisaran Rp 16.200 per USD, menandakan penguatan mata uang domestik.
Penguatan ini terjadi setelah sebelumnya rupiah sempat melemah. Pergerakan rupiah menunjukkan fluktuasi yang dinamis sepanjang hari perdagangan.
Penguatan Rupiah dan Pelemahan Dolar AS
Rupiah berhasil menguat 10 poin terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan. Sebelumnya, rupiah sempat tertekan hingga melemah 25 poin.
Penutupan di level Rp 16.200 menandai pemulihan setelah sempat menyentuh Rp 16.284. Penutupan sebelumnya berada di Rp 16.294.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, memprediksi pergerakan rupiah akan tetap fluktuatif pada perdagangan selanjutnya. Ia memperkirakan rupiah akan ditutup menguat di rentang Rp 16.230 hingga Rp 16.290.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Rupiah
Pelemahan dolar AS menjadi salah satu faktor utama penguatan rupiah. Data penggajian ADP di AS yang jauh lebih lemah dari perkiraan memberikan tekanan pada dolar AS.
Data tersebut mengindikasikan perlambatan ekonomi AS yang cukup signifikan. Hal ini meningkatkan spekulasi bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga.
Namun, data ADP juga menimbulkan kekhawatiran. Data penggajian nonpertanian yang akan dirilis pada Jumat, 6 Juni 2025, menjadi perhatian utama.
Ketidakpastian kebijakan tarif dagang Presiden AS Donald Trump juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Pengumuman penggandaan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50% menambah ketidakpastian pasar.
Data ekonomi AS selanjutnya akan tetap menjadi sorotan pasar. Keputusan suku bunga Reserve Bank of India juga akan mempengaruhi pergerakan mata uang global.
Potensi percakapan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping juga menjadi faktor pengamatan. Namun, belum ada kepastian kapan dialog tersebut akan berlangsung.
Stimulus Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan
Pemerintah Indonesia telah mengumumkan paket stimulus ekonomi senilai Rp 24,44 triliun. Paket ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif di bulan Juni dan Juli.
Stimulus tersebut meliputi diskon transportasi, diskon tarif tol, tambahan bantuan sosial, Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Menurut Ibrahim Assuaibi, pemerintah perlu meningkatkan belanja pemerintah yang sempat tertunda. Peningkatan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Peningkatan belanja pemerintah diharapkan dapat memperbaiki persepsi pelaku ekonomi. Hal ini dapat menarik kembali arus modal asing ke pasar modal Indonesia.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 diturunkan menjadi 4,7% dari sebelumnya 4,9%.
Ini merupakan pemangkasan kedua kalinya oleh OECD di tahun 2025. Sebelumnya, OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 4,9%.
OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat di masa mendatang. Namun, diperkirakan akan sedikit meningkat menjadi 4,8% pada tahun 2026.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah pada Kamis lalu menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Namun, tantangan tetap ada, dan pemerintah perlu terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi domestik dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan. Perhatian terhadap data ekonomi AS dan kebijakan global akan terus memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya.