Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada awal Juni 2025, setelah libur panjang. Penguatan ini didorong oleh sentimen eksternal, khususnya kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Pada pembukaan perdagangan Senin, 2 Juni 2025, rupiah menguat 2 poin (0,01 persen) menjadi Rp 16.325 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp 16.327 per dolar AS.
Penguatan Rupiah Akibat Ancaman Tarif Trump
Ancaman kenaikan tarif baja dan aluminium oleh Presiden Trump menjadi katalis utama penguatan rupiah.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa ancaman tarif tersebut menekan dolar AS, sehingga rupiah menguat.
Rupiah diprediksi akan terus menguat seiring dengan sentimen negatif seputar tarif yang dipicu oleh kebijakan terbaru Presiden Trump.
Pada Jumat, 30 Mei 2025, Trump mengumumkan penggandaan tarif impor baja dan aluminium dari 25 persen menjadi 50 persen.
Langkah ini bertujuan melindungi industri dalam negeri Amerika Serikat dari persaingan asing.
Presiden AS berargumen bahwa tarif 25 persen sebelumnya belum cukup efektif melindungi industri baja, dan kenaikan menjadi 50 persen diharapkan dapat mengatasi hal tersebut.
Dampak PMI Manufaktur Indonesia
Meskipun rupiah menguat, data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang masih menunjukkan kontraksi membatasi penguatan tersebut.
Angka PMI manufaktur Indonesia berada di 47,4 (di bawah 50 mengindikasikan kontraksi). Hal ini menunjukkan penurunan sentimen di sektor manufaktur.
Penurunan ini disebabkan oleh permintaan domestik yang lemah dan kekhawatiran seputar tarif impor, menurut Lukman Leong.
Menkeu: Perang Tarif AS-China Mereda, Rupiah Menguat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh meredanya ketegangan dagang antara AS dan China.
Dari Januari hingga April 2025, rupiah mengalami depresiasi 1,6 persen. Namun, setelah pengumuman kebijakan tarif, terjadi apresiasi hingga 21 Mei 2025.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa meskipun secara year to date (ytd) rupiah masih terdepresiasi, dalam satu setengah bulan terakhir terjadi apresiasi yang signifikan.
Saham dan Surat Berharga Negara
Penguatan rupiah juga berdampak positif pada pasar saham. IHSG naik 0,9 persen secara ytd dan mengalami lonjakan 9,7 persen setelah meredanya ketegangan dagang AS-China.
Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun juga turun. Penurunan yield ini menunjukkan beban pembiayaan pemerintah yang semakin ringan.
Pada 21 Mei 2025, yield SBN 10 tahun berada di angka 6,8 persen, menunjukkan penurunan 223 basis poin sejak April.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah di awal Juni 2025 merupakan dampak gabungan dari kebijakan Presiden Trump dan meredanya ketegangan dagang AS-China. Meskipun data PMI manufaktur Indonesia masih menunjukkan kontraksi, dampak positif dari faktor eksternal tersebut cukup signifikan untuk mendorong penguatan mata uang nasional.