Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai Rp 11,8 triliun dalam kasus korupsi ekspor CPO Wilmar Group. Jumlah fantastis ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk karena nilainya yang mencengangkan.
Rupanya, jumlah uang sitaan tersebut hampir setara dengan total belanja klub sepak bola Manchester United di era manajer Erik ten Hag. Besarnya angka ini pun memicu perbandingan menarik antara dunia hukum dan sepak bola.
Sitaan Rp 11,8 Triliun: Rekor Baru Kejagung
Penyitaan uang tunai mencapai Rp 11,8 triliun ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Kejagung. Meskipun dalam konferensi pers hanya dipamerkan Rp 2 triliun, jumlah sebenarnya jauh lebih besar.
Uang tersebut berasal dari kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) periode 2021-2022 yang melibatkan Wilmar Group. Gunungan uang pecahan Rp 100.000 memenuhi ruangan konferensi pers Kejagung.
Setiap tumpukan uang mencapai Rp 1 miliar dan dikemas dalam plastik. Gambaran visual ini menggambarkan skala besar korupsi yang berhasil dibongkar Kejagung.
Belanja Manchester United di Era Ten Hag: Perbandingan Menarik
Angka Rp 11,8 triliun ternyata hampir setara dengan total pengeluaran Manchester United untuk pembelian pemain sejak kedatangan Erik ten Hag pada musim panas 2022.
Berdasarkan catatan detikSport, Manchester United telah menghabiskan sekitar 560 juta Poundsterling atau setara dengan Rp 12 triliun untuk merekrut 21 pemain baru.
Beberapa pemain yang didatangkan dengan harga selangit, seperti Antony dan Mason Mount, justru belum menunjukkan performa yang sesuai harapan. Ini menjadi catatan penting dalam strategi transfer klub.
Konsekuensi Belanja Besar dan Masa Depan Manchester United
Belanja besar-besaran Manchester United di era Ten Hag berdampak pada kondisi keuangan klub. Nilai pasar beberapa pemain justru mengalami penurunan.
Contohnya, Antony yang dibeli dengan harga Rp 1,7 triliun kini hanya bernilai Rp 658 miliar. Zirkzee juga mengalami penurunan nilai pasar dari Rp 790 miliar menjadi Rp 564 miliar.
Di bawah kepemimpinan baru Sir Jim Ratcliffe, Manchester United kini mengadopsi strategi transfer yang lebih hati-hati dan menghindari pengeluaran besar-besaran untuk pemain.
Klub lebih fokus pada efisiensi keuangan dan perencanaan yang matang dalam perekrutan pemain.
Kejadian ini menyoroti pentingnya manajemen keuangan yang baik, baik dalam lingkup korporasi maupun klub sepak bola. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan pengeluaran yang tidak efektif.
Perbandingan kasus korupsi Wilmar Group dengan belanja Manchester United memberikan perspektif yang unik tentang dampak buruk dari korupsi dan pentingnya pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab.