Padang Savana Mausui di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), belakangan menjadi perbincangan. Bukan karena keindahan alamnya yang memesona, melainkan karena dugaan praktik pemalakan terhadap wisatawan.
Seorang wisatawan asal Jakarta membagikan pengalaman buruknya melalui akun TikTok @vesmet_journey pada 12 Juni 2025. Ia mengaku dipaksa membayar sejumlah uang oleh tujuh warga lokal saat berkunjung ke sana.
Tuduhan Pemalakan di Padang Savana Mausui
Wisatawan tersebut awalnya mengira Padang Savana Mausui tidak mengenakan biaya masuk. Namun, setibanya di lokasi, ia dihampiri oleh seseorang yang mengaku sebagai pemuda setempat dan diminta membayar retribusi Rp 25.000 per orang.
Ia membayar karena nominalnya masih dianggap terjangkau. Namun, pengalaman buruknya berlanjut.
Ia juga diminta membayar tambahan Rp 300.000 untuk menerbangkan drone, dengan alasan agar tidak mengganggu satwa. Ironisnya, warga tersebut kemudian menawarkan jasa mengantar ke lokasi yang banyak satwanya setelah pembayaran dilakukan.
Wisatawan tersebut menolak dan tetap menerbangkan drone. Ia sangat menyayangkan pengalaman negatif yang dialaminya di Padang Savana Mausui.
Padang Mausui: Bukan Destinasi Wisata Resmi
Lurah Watu Nggene, Angelus H. Yosense, memberikan klarifikasi. Padang Mausui bukanlah destinasi wisata resmi, melainkan lahan penggembalaan ternak milik masyarakat adat.
Wilayah tersebut merupakan tanah ulayat yang dikelola tiga suku: Nggeli, Motu, dan Kewi. Pemerintah daerah tidak memiliki wewenang pengelolaan karena tidak ada dokumen penyerahan lahan.
Komunitas adat juga tidak mengelola Padang Mausui secara resmi untuk kepentingan wisata. Oleh karena itu, pungutan yang terjadi merupakan transaksi pribadi antara wisatawan dan peternak.
Angelus belum menerima laporan resmi terkait hal ini. Ia menduga pungutan tersebut berupa sumbangan sukarela atas jasa yang diberikan, seperti sewa kuda, pembuangan sampah, atau pembelian kelapa muda.
Klarifikasi Pihak Kepolisian dan Warga Lokal
Tujuh warga yang diduga melakukan pemalakan telah mengakui perbuatan mereka kepada pihak kepolisian di Polres Manggarai Timur.
Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto, menjelaskan bahwa tindakan tersebut bukanlah pungutan liar (pungli), melainkan inisiatif warga untuk perawatan lingkungan dan perbaikan jalan. Tidak ada unsur paksaan dalam pengambilan uang tersebut.
Terkait biaya drone, Suryanto menegaskan bahwa uang tidak pernah diterima. Nominal yang disebut hanya sebagai upaya untuk mencegah wisatawan menerbangkan drone, bukan pungutan resmi.
Karena Padang Savana Mausui berada di wilayah adat dan belum dikelola pemerintah, ketujuh warga hanya diberi imbauan persuasif dan dipulangkan tanpa proses hukum lebih lanjut.
Kejadian ini menyoroti perlunya regulasi yang jelas terkait pengelolaan destinasi wisata di wilayah adat, agar kejadian serupa tidak terulang dan memberikan kepastian hukum bagi wisatawan maupun masyarakat lokal.
Kejelasan pengelolaan wisata di daerah ini sangat penting untuk melindungi baik kepentingan wisatawan maupun masyarakat setempat. Harapannya, pengelolaan yang baik dapat mencegah kejadian serupa dan memastikan keamanan serta kenyamanan bagi semua pihak.