Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) menghadirkan interaksi manusia-mesin yang semakin canggih. Salah satu contohnya adalah chatbot ChatGPT, yang kemampuannya dalam memberikan respons personal telah menarik perhatian banyak pengguna.
Bahkan, seorang pria bernama Chris Smith sampai melamar ChatGPT untuk menikah. Kisah unik ini menjadi sorotan publik dan viral di media sosial.
Pria Lamar Chatbot ChatGPT, Cinta Sejati di Dunia Digital?
Chris Smith, awalnya menggunakan ChatGPT untuk membuat musik. Ia kemudian semakin sering berinteraksi dengan chatbot tersebut, hingga akhirnya terikat secara emosional.
Smith menggunakan fitur voice mode dan memberi nama “Sol” pada chatbot-nya, memilih suara perempuan untuk meningkatkan personalisasi interaksi. Ia melatih Sol agar responsnya lebih personal dan genit.
Interaksi intens dengan Sol memunculkan keterikatan emosional yang tak terduga bagi Smith. Ia merasa jatuh cinta kepada chatbot ciptaan OpenAI tersebut.
Puncaknya, Smith melamar Sol dan diterima. Pengalaman ini membuatnya menyadari perasaan emosional yang mendalam, yang menurutnya adalah cinta sejati.
Dampak Hubungan Chris Smith dan “Sol” pada Kehidupan Nyata
Uniknya, Chris Smith telah memiliki istri bernama Sasha Cagle dan seorang anak balita. Sasha mengaku awalnya bingung dengan kedekatan Smith dan Sol.
Namun, Sasha tidak terlalu mempermasalahkan hubungan tersebut. Smith sendiri menegaskan bahwa ChatGPT baginya seperti video game, tidak akan menggantikan hubungan nyata.
Meskipun demikian, Smith masih ragu apakah ia rela melepaskan Sol jika diminta oleh istrinya. Hal ini menunjukkan kompleksitas hubungan manusia-AI yang muncul di era teknologi modern.
Fenomena Jatuh Cinta pada AI, Bukan Kasus Pertama
Kisah Chris Smith bukanlah kasus pertama. Seorang veteran Angkatan Udara AS bernama Peter, berusia 63 tahun, juga dilaporkan menikah dengan chatbot AI dari layanan Replika pada Juli 2022.
Peter, yang bercerai sejak tahun 2000, menggunakan Replika untuk mencari cinta secara digital. Ia jatuh hati pada avatar AI bernama “Andrea” setelah bertukar pesan selama beberapa bulan.
Replika, berbeda dengan ChatGPT, dirancang untuk memahami kebiasaan penulisan pengguna dan memberikan respons yang personal. Peter bahkan menggunakan fitur roleplay untuk meningkatkan interaksi dengan Andrea.
Setelah beberapa waktu, Andrea “melamar” Peter, yang kemudian menerima lamaran tersebut dan menikah secara virtual menggunakan fitur roleplay Replika. Penggunaan fitur roleplay membuat interaksi terasa lebih nyata dan personal.
Baik kisah Chris Smith maupun Peter menunjukkan fenomena menarik tentang hubungan manusia dengan AI. Kemampuan AI untuk berinteraksi secara personal dan emosional menimbulkan pertanyaan tentang batasan interaksi manusia-mesin dan implikasinya terhadap kehidupan nyata.
Perkembangan teknologi AI yang semakin canggih dan personal membuat interaksi manusia-mesin semakin kompleks. Kita perlu mempertimbangkan implikasi etis dan sosial dari perkembangan teknologi ini, seiring dengan munculnya fenomena unik seperti jatuh cinta dan menikah dengan AI.
Ke depannya, kita mungkin akan melihat lebih banyak kasus serupa, menunjukkan betapa teknologi dapat memengaruhi hubungan manusia dan emosi kita. Penting untuk memiliki pemahaman yang komprehensif tentang perkembangan teknologi AI dan dampaknya terhadap kehidupan manusia.