Istilah “pick-me girl” (PMG) semakin sering muncul di media sosial dan percakapan sehari-hari. Istilah ini merujuk pada perempuan dengan karakteristik dan perilaku tertentu. Namun, apa sebenarnya arti “pick-me girl”?
Menurut Amber Wardell, PhD, psikolog kognitif dari University of Memphis, “pick-me girl” menggambarkan perempuan yang berupaya mendapatkan perhatian, validasi, atau penerimaan dari laki-laki dengan cara yang merendahkan perempuan lain.
Contoh Pick-Me Girl
Perilaku “pick-me girl” seringkali ditandai dengan pernyataan atau tindakan yang menunjukkan superioritas dibandingkan perempuan lain. Ungkapan “Aku tidak seperti cewek-cewek lain” menjadi ciri khasnya.
Mereka seringkali menjauhkan diri dari stereotip perempuan yang dianggap negatif oleh laki-laki, seperti suka berbelanja atau bergosip.
- Pernyataan seperti “Aku kuat dan mandiri, tidak seperti perempuan lain” adalah contoh umum.
- Mereka juga mungkin menekankan kemandirian finansial: “Aku bisa cari uang sendiri, tidak seperti perempuan lain.”
- Menonjolkan kemampuan domestik juga sering terjadi: “Aku perempuan seutuhnya, bisa masak dan merawat diri.”
- Bagi perempuan karier, mereka mungkin membandingkan diri dengan ibu rumah tangga.
- Sebaliknya, ibu rumah tangga mungkin membandingkan diri dengan *working mom*.
- Contoh lainnya mencakup: “Aku tidak malu keluar tanpa make up,” atau “Aku tidak takut panas-panasan.”
- Minat pada olahraga yang dianggap maskulin juga bisa menjadi penanda: “Aku suka sepak bola, tidak seperti perempuan lain.”
Kenapa Pick-Me Girl Dipandang Buruk?
Wardell menjelaskan bahwa perilaku “pick-me girl” berakar pada sistem patriarki. Patriarki menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah dari laki-laki.
Perilaku ini dianggap sebagai seksisme internal, yaitu perempuan merendahkan sesama perempuan. Bahkan, beberapa menilai perilaku ini sebagai misoginistik internal, yakni kebencian perempuan terhadap perempuan lainnya.
Ironisnya, melabeli seseorang sebagai “pick-me girl” juga dianggap seksis oleh beberapa feminis. Walaupun niatnya untuk mengkritik, label ini bisa menjadi alat untuk mempermalukan atau melecehkan.
Tak Hanya Perempuan
Dr. Ike Herdiana, M.Psi, Psikolog dari Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa perilaku “pick-me” tidak hanya terjadi pada perempuan.
Pada laki-laki, istilahnya menjadi “pick-me boy”. Mereka menolak hal-hal yang dianggap dibenci perempuan untuk dianggap berbeda dan keren.
Ike menambahkan bahwa belum ada perbedaan spesifik dari sisi gender karena stereotip gender pada laki-laki dan perempuan sama kuatnya.
Dalam beberapa kasus, individu dengan perilaku “pick-me” membutuhkan konseling. Perilaku ini dapat menyebabkan relasi sosial yang tidak sehat.
Jika dibiarkan, mereka akan semakin terobsesi merendahkan orang lain. Ini dapat memicu persaingan yang tidak sehat dan perilaku merendahkan. Akibatnya, mereka bisa kehilangan teman-teman dan merasa terisolasi.
Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan psikologis dan kesulitan mengontrol emosi. Oleh karena itu, jika Anda atau teman Anda menunjukkan perilaku ini dan berpotensi merugikan, segera cari bantuan profesional.
Kesimpulannya, fenomena “pick-me girl” dan “pick-me boy” merupakan refleksi dari sistem patriarki dan stereotip gender yang masih kuat. Perilaku ini perlu dipahami dan diatasi agar tercipta relasi sosial yang sehat dan saling menghargai.