Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memberlakukan pajak baru bagi para pelapak atau penjual online di berbagai platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Bukalapak. Pajak ini sebesar 0,5 persen dari pendapatan tahunan.
Aturan ini akan dituangkan dalam peraturan baru yang akan segera diterbitkan bulan depan. Pajak ini ditargetkan untuk menyamakan perlakuan pajak antara pedagang online dan pedagang offline (toko fisik). Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam sistem perpajakan.
Pedagang online yang akan dikenakan pajak ini adalah mereka yang memiliki omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Kriteria ini ditetapkan untuk memfokuskan pada para pelaku usaha online yang sudah memiliki skala bisnis yang cukup besar dan mampu berkontribusi pada pendapatan negara.
Selain mengatur besaran pajak, peraturan baru ini juga akan mengatur sanksi bagi platform e-commerce yang tidak menjalankan kewajiban pemungutan pajak atau terlambat melaporkan data pajak para pelapaknya. Sanksi ini berupa denda yang diharapkan dapat memastikan kepatuhan para platform dalam menjalankan aturan baru ini.
Sumber yang mengetahui rencana ini menjelaskan bahwa beleid baru tersebut akan merinci mekanisme pemotongan pajak dan memberikan detail mengenai denda yang akan dikenakan kepada platform e-commerce yang lalai. Ini penting untuk menghindari ambiguitas dan memastikan implementasi yang efektif.
Informasi tersebut diperkuat oleh presentasi resmi Ditjen Pajak kepada para perwakilan perusahaan e-commerce. Hal ini menandakan bahwa rencana ini telah dibahas secara intensif dan melibatkan pihak-pihak terkait.
idEA, asosiasi perusahaan e-commerce di Indonesia, hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana pungutan pajak tersebut. Namun, hal ini tidak berarti mereka menolak atau menyetujui kebijakan tersebut, sehingga masih perlu ditunggu pernyataan resmi dari asosiasi tersebut.
Indonesia pernah memberlakukan peraturan serupa pada akhir 2018, yang mewajibkan operator e-commerce untuk membagikan data penjual dan memungut pajak atas pendapatan penjualan. Namun, peraturan tersebut dicabut tiga bulan kemudian karena mendapat penolakan dari industri.
Pengalaman sebelumnya tersebut memberikan pelajaran berharga bagi pemerintah dalam merancang peraturan baru ini. Pemerintah diharapkan dapat melibatkan lebih banyak pihak terkait, termasuk pelaku usaha, dalam proses perumusan kebijakan agar dapat diterima dengan baik oleh industri e-commerce.
Peraturan pajak baru ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor ekonomi digital. Sektor ini terus berkembang pesat, dan perlu adanya regulasi yang efektif untuk memastikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Dengan adanya regulasi yang lebih jelas dan tegas, diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih adil dan transparan, baik bagi pelaku usaha online maupun offline. Hal ini juga penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia secara berkelanjutan.
Kesimpulannya, penerapan pajak 0,5 persen bagi pelapak e-commerce dengan omzet tertentu merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara. Meskipun pernah ada penolakan sebelumnya, pemerintah diharapkan mampu merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif dan mengakomodasi kepentingan seluruh pihak.