Ondel-ondel: Ikon Budaya Betawi di Persimpangan Jalan
Budaya Betawi menyimpan beragam kekayaan, salah satunya adalah ondel-ondel. Figur boneka raksasa ini tak sekadar pajangan, melainkan simbol yang sarat makna dan sejarah. Kini, ondel-ondel yang kerap tampil di berbagai sudut Jakarta tengah menjadi perbincangan hangat, terutama terkait perannya sebagai pengamen jalanan.
Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra menjelaskan asal-usul ondel-ondel yang kaya akan sejarah dan tradisi. Ia mengungkapkan perannya yang awalnya bersifat ritualistik.
Ondel-ondel: Dari Ritual ke Hiburan Jalanan
Awalnya, ondel-ondel hadir dalam ritual tradisional Betawi seperti baritan atau sedekah bumi.
Masyarakat Betawi meyakini ondel-ondel sebagai sarana tolak bala, menangkal penyakit dan gangguan roh jahat.
Seiring berjalannya waktu, fungsi ondel-ondel bergeser. Ia berevolusi dari media ritual menjadi pertunjukan seni di ruang publik.
Perubahan ini menjadikan ondel-ondel sebagai bagian tak terpisahkan dari lanskap budaya Betawi modern.
Nama Asal dan Marwah Ondel-ondel
Yahya Andi Saputra juga menjelaskan asal usul nama ondel-ondel.
Dulunya, ondel-ondel dikenal dengan sebutan “barongan”, istilah arkais Betawi yang merujuk pada kelompok atau rombongan yang menampilkan seni boneka raksasa di ruang terbuka.
Istilah ini berbeda dengan barong Bali atau barongsai.
Menurut Yahya, ondel-ondel memiliki marwah sebagai kesenian khas Jakarta yang lahir dan berkembang di ruang publik.
Kontroversi Penggunaan Ondel-ondel
Pandangan Yahya berbeda dengan rencana Gubernur Jakarta, Pramono Anung, yang berencana melarang ondel-ondel mengamen di jalanan.
Pramono menilai ondel-ondel sebaiknya tampil di tempat yang lebih layak, sebagai bagian promosi budaya resmi, bukan sekadar hiburan jalanan.
Ia menekankan pentingnya mewujudkan ondel-ondel sebagai representasi utama budaya Betawi.
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah berupaya memfasilitasi 42 sanggar ondel-ondel agar tampil lebih profesional.
Pramono Anung juga menyoroti pentingnya memperhatikan kesejahteraan seniman Betawi.
Rencana pelarangan ondel-ondel mengamen akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Adat Betawi.
Perda tersebut masih dalam tahap penyusunan.
Perdebatan mengenai peran ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi yang juga digunakan sebagai pengamen jalanan menyoroti kompleksitas pelestarian budaya di tengah dinamika perkotaan modern. Harapannya, keseimbangan antara pelestarian tradisi dan kesejahteraan seniman dapat dicapai tanpa mengorbankan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.