Sebuah studi kontroversial mengklaim situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, sebagai piramida tertua di dunia, bahkan lebih tua dari piramida di Mesir. Klaim ini, yang dipublikasikan pada Oktober 2023 oleh peneliti BRIN Danny Hilman Natawidjaja dkk di jurnal *Archeological Prospection*, menyebutkan usia Gunung Padang lebih dari 25 ribu tahun.
Studi tersebut didasarkan pada penemuan sampel tanah dari kedalaman situs yang menunjukkan usia 27 ribu hingga 16 ribu tahun. Penambahan lapisan selanjutnya diperkirakan berusia sekitar 8 ribu tahun. Kesimpulan ini menyatakan Gunung Padang memiliki bukti kuat pembangunan piramida yang dapat ditelusuri hingga 25 ribu tahun atau lebih.
Namun, klaim ini langsung menuai kontroversi besar di kalangan ahli arkeologi internasional. Banyak yang membantah temuan tersebut, mengatakan tidak ada bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung kesimpulan tersebut. Flint Dibble, arkeolog dari Cardiff University, misalnya, menyatakan bahwa makalah tersebut tidak memberikan bukti material yang terkubur itu adalah buatan manusia. Ia juga menyoroti kurangnya bukti arkeologis lainnya.
Para kritikus berpendapat bahwa pemukiman di Gunung Padang kemungkinan baru dibangun sekitar 6.000 hingga 7.000 tahun yang lalu. Mereka menunjuk pada usia situs-situs megalitik terkenal lainnya, seperti Stonehenge dan piramida Mesir (beberapa ribu tahun), serta Göbekli Tepe di Turki (sekitar 11.000 tahun), sebagai pembanding.
Mereka mempertanyakan metode penanggalan yang digunakan dan kurangnya artefak atau bukti keberadaan manusia di lapisan terdalam situs tersebut yang mendukung klaim usia tersebut. “Data yang disajikan dalam makalah ini tidak memberikan dukungan terhadap kesimpulan akhirnya bahwa pemukiman tersebut sudah sangat tua. Namun hal itulah yang menjadi berita utama,” kata Dibble. “Saya sangat terkejut makalah ini diterbitkan sedemikian rupa,” tambahnya.
Perdebatan tentang Status Piramida Gunung Padang
Selain perdebatan tentang usia, status Gunung Padang sebagai piramida juga menjadi perbincangan hangat. Gambar yang beredar di media sosial, yang diklaim menunjukkan Gunung Padang sebagai piramida, ternyata dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Beberapa ahli mengatakan tidak tepat untuk mengkarakterisasi Gunung Padang sebagai piramida.
Lutfi Yondri, seorang arkeolog dari Universitas Padjadjaran, menyatakan bahwa struktur yang tersisa di situs tersebut hanyalah “kompleks teras batu”. Penanggalan karbon menunjukkan teras-teras tersebut dibangun sekitar tahun 117 hingga 45 SM, di atas kolom-kolom batu yang terbentuk melalui proses geologi alami.
Truman Simanjuntak dari Pusat Kajian Prasejarah dan Austronesia lebih tegas lagi. Ia menyebut klaim adanya ruang-ruang buatan manusia di dalam bukit sebagai “halusinasi” dan menyatakan Gunung Padang bukanlah piramida, melainkan punden berundak, struktur megalitik yang difungsikan sebagai sarana pemuliaan roh leluhur.
Truman menjelaskan bahwa situs ini dibangun dengan memanfaatkan kontur bukit alami dan memanfaatkan columnar joint sebagai menhir dan batas-batas ruang upacara. Ia menekankan pentingnya berpikir rasional dan berlandaskan data dalam menafsirkan situs purbakala.
Akibat kontroversi ini, hasil studi Danny Hilman dkk ditarik dari Jurnal *Archeological Prospection* pada 2024 karena adanya “major error” dalam substansi penelitian. Ini menunjukkan pentingnya verifikasi dan validasi yang ketat dalam penelitian arkeologi.
Penelitian Lanjutan dan Masa Depan Gunung Padang
Meskipun kontroversi, potensi Gunung Padang untuk memberikan wawasan berharga tentang sejarah Indonesia tetap diakui. Pada Januari 2025, Menteri Kebudayaan Fadli Zon berencana melanjutkan riset dan kajian terhadap situs ini. Danny Hilman sendiri mendukung rencana tersebut, mengakui masih banyak misteri yang perlu diungkap.
Ia menyebutkan berbagai aspek yang perlu diteliti lebih lanjut, termasuk rekonstruksi situs yang rusak. Rekonstruksi ini penting tidak hanya untuk pemahaman sejarah, tetapi juga untuk pengembangan Gunung Padang sebagai kawasan wisata sejarah. Penelitian yang lebih komprehensif dan kolaboratif, melibatkan ahli internasional dengan metode penelitian yang teruji, menjadi kunci untuk mengungkap misteri Gunung Padang secara ilmiah.
Kesimpulannya, klaim Gunung Padang sebagai piramida tertua di dunia masih sangat diperdebatkan. Meskipun penelitian awal menunjukkan potensi situs yang luar biasa, kekurangan bukti ilmiah yang kuat dan kontroversi yang muncul mengharuskan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dan berhati-hati sebelum kesimpulan definitif dapat diambil. Penting bagi penelitian selanjutnya untuk mengikuti standar ilmiah yang ketat dan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk memastikan integritas dan validitas temuan.