Indeks Menabung Konsumen (IMK) di Indonesia mengalami penurunan pada Mei 2025. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat angka IMK berada di level 79,0, menurun 4,4 poin dibandingkan bulan April 2025. Penurunan ini mengindikasikan melemahnya minat menabung masyarakat.
Penurunan IMK tersebut didorong oleh beberapa faktor, termasuk penurunan pada komponen Indeks Waktu Menabung (IWM) dan Indeks Intensitas Menabung (IIM). Analisis lebih lanjut dari data LPS memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai tren menabung di Indonesia.
Penurunan Indeks Intensitas Menabung (IIM)
Indeks Intensitas Menabung (IIM) mengalami penurunan signifikan sebesar 7,1 poin, mencapai level 65,1 pada Mei 2025.
Data Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) LPS menunjukkan peningkatan persentase responden yang tidak pernah menabung. Angka ini naik dari 29,3% pada April menjadi 30,3% pada Mei 2025.
Selain itu, persentase responden yang menabung di bawah rencana juga meningkat drastis. Angka tersebut meningkat dari 49,1% di bulan April menjadi 56,7% di bulan Mei 2025.
Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, menjelaskan bahwa peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan dan pembayaran cicilan utang menjadi faktor utama penurunan IIM.
Pergeseran Indeks Waktu Menabung (IWM)
Meskipun terjadi peningkatan pada persentase responden yang menganggap Mei 2025 sebagai waktu yang tepat untuk menabung (29,0% dari 27,9% di bulan April), tren secara keseluruhan menunjukkan pelemahan.
Persentase responden yang berencana menabung dalam tiga bulan mendatang justru menurun. Angka tersebut turun dari 42,3% di bulan April menjadi 39,8% di bulan Mei 2025.
Hal ini menunjukkan pergeseran rencana menabung masyarakat. Lebih banyak orang yang cenderung menunda rencana menabung daripada sebelumnya.
Dampak pada Kelompok Pendapatan dan Indeks Kepercayaan Konsumen
Penurunan IMK terjadi di semua kelompok pendapatan rumah tangga pada Mei 2025. Kelompok rumah tangga berpendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan mengalami penurunan terbesar, yaitu 12,5 poin.
Kelompok pendapatan di atas Rp3 juta hingga Rp7 juta per bulan mengalami penurunan 7,2 poin, sementara kelompok Rp1,5 juta hingga Rp3 juta mengalami penurunan 3,0 poin.
Hanya kelompok rumah tangga dengan pendapatan di atas Rp7 juta per bulan yang masih menunjukkan IMK di atas 100, meskipun mengalami penurunan kecil sebesar 1,1 poin.
Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) juga ikut melemah pada Mei 2025, tercatat sebesar 99,7 atau turun 3,4 poin. Penurunan ini disebabkan oleh persepsi negatif terhadap kondisi ekonomi lokal dan lapangan kerja.
Meskipun ekspektasi terhadap prospek ekonomi dan pendapatan masa depan masih positif, dampak dari cuaca ekstrem seperti banjir dan gagal panen juga turut mempengaruhi penurunan IKK.
Seto Wardono menambahkan bahwa penurunan IKK juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kenaikan harga sembako, sulitnya lapangan kerja, banjir, gagal panen, dan penurunan harga jual hasil panen.
Kesimpulannya, penurunan IMK dan IKK di Mei 2025 menunjukkan melemahnya optimisme dan intensitas menabung masyarakat Indonesia. Faktor-faktor ekonomi makro, seperti inflasi dan kondisi pasar kerja, serta faktor mikro seperti pengeluaran pendidikan dan pembayaran utang, memainkan peran penting dalam tren ini. Pemerintah perlu memperhatikan faktor-faktor ini untuk merancang kebijakan yang dapat mendorong peningkatan minat menabung di masa mendatang.