Tradisi wisuda di berbagai universitas dunia selalu menarik perhatian. Momen penuh kebahagiaan ini kerap diwarnai beragam ekspresi unik dari para wisudawan. Mulai dari lemparan topi toga, foto bersama hingga joget TikTok, semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan kelulusan.
Namun, sebuah momen wisuda di University of California, Los Angeles (UCLA) baru-baru ini menjadi viral karena aksi tak biasa seorang mahasiswa. Ia menarik perhatian banyak orang bukan karena perayaan konvensional, melainkan karena cara uniknya merayakan kelulusan.
Mahasiswa UCLA Pamer ChatGPT di Acara Wisuda
Video yang beredar di platform X (sebelumnya Twitter) menunjukkan seorang mahasiswa UCLA dengan bangga mengangkat laptopnya. Layar laptop tersebut menampilkan jendela ChatGPT, chatbot AI besutan OpenAI.
Aksi mahasiswa ini diunggah oleh akun @FearedBuck, yang menuliskan keterangan, “Seorang lulusan UCLA merayakan kelulusannya dengan memamerkan ChatGPT yang digunakannya untuk menyelesaikan tugas akhir, tepat sebelum resmi lulus.” Video singkat berdurasi 35 detik itu langsung viral.
Mahasiswa tersebut terlihat penuh semangat meneriakkan “Let’s go!” sembari mengangkat laptopnya. Tindakan ini seolah-olah mengakui peran penting ChatGPT dalam perjalanan akademiknya.
Reaksi di aula wisuda pun meriah. Rekan-rekan wisudawan menyambut aksi tersebut dengan sorakan dan tepuk tangan.
Respons Beragam: Antara Pujian dan Kekhawatiran
Video viral tersebut telah ditonton lebih dari 67,9 juta kali dan menuai ribuan komentar beragam. Ada yang memuji kejujuran mahasiswa tersebut.
Sebagian netizen menganggapnya sebagai simbol kejujuran di era digital. Komentar seperti, “Setidaknya dia jujur. Itu lebih dari yang dilakukan sebagian besar mahasiswa dalam esainya,” muncul di kolom komentar.
Pendapat lain berfokus pada sistem pendidikan yang dianggap ketinggalan zaman. “Kalau sistemnya membolehkan, kenapa disalahkan mahasiswanya? Salahkan metode pengajaran yang sudah ketinggalan zaman,” tulis netizen lainnya.
Beberapa netizen membandingkan penggunaan AI seperti ChatGPT dengan alat bantu belajar lain, seperti kalkulator untuk pelajaran matematika. Mereka berpendapat bahwa zaman telah berubah dan penggunaan teknologi seperti ChatGPT adalah hal yang lumrah.
Namun, ada pula kekhawatiran yang muncul. Beberapa netizen mengkhawatirkan ketergantungan berlebihan pada AI. “Dokter masa depan mungkin bakal operasi sambil pakai satu AirPods sambil bertanya pada ChatGPT cara operasi jantung,” tulis salah satu netizen yang mengungkapkan kekhawatirannya.
Sarkasme juga muncul, seperti komentar “Selamat buat ChatGPT yang udah lulus dari UCLA!”. Kontroversi semakin meningkat karena kejadian ini terjadi di UCLA, universitas negeri ternama di Amerika Serikat dengan standar akademik yang tinggi.
Studi MIT: Dampak Negatif Ketergantungan AI pada Daya Pikir
Kekhawatiran akan ketergantungan AI terhadap kemampuan kognitif manusia bukan tanpa dasar. Sebuah penelitian gabungan dari MIT Media Lab, Wellesley College, dan MassArt menemukan fakta menarik.
Penelitian tersebut membagi mahasiswa menjadi tiga kelompok: yang menggunakan ChatGPT, yang menggunakan Google Search, dan yang mengandalkan kemampuan sendiri untuk menulis esai. Hasilnya menunjukkan kelompok yang menggunakan ChatGPT memiliki koneksi otak paling rendah dan cenderung lebih sedikit menyerap informasi.
Para peneliti menyimpulkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI dapat memicu “detasemen intelektual”. Istilah ini menggambarkan kondisi seseorang yang terlepas secara mental atau emosional dari proses berpikir aktif.
Dalam konteks penggunaan AI seperti ChatGPT, “detasemen intelektual” berisiko membuat seseorang terlalu bergantung pada teknologi hingga lupa berpikir kritis dan menganalisis informasi secara mendalam.
Kesimpulannya, aksi mahasiswa UCLA yang memamerkan ChatGPT di wisuda memicu perdebatan menarik. Di satu sisi, aksi tersebut menunjukkan kejujuran di era digital. Di sisi lain, kejadian ini juga menyoroti kekhawatiran akan ketergantungan berlebihan pada AI dan dampaknya terhadap proses belajar dan daya pikir manusia. Perdebatan ini perlu menjadi bahan refleksi bagi dunia pendidikan dan bagaimana kita beradaptasi dengan perkembangan teknologi AI.