Di tengah maraknya industri kreatif, seorang perajin asal Desa Kadikaran, Kabupaten Serang, Banten, sukses membuktikan bahwa limbah bisa menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Suherman, seorang perajin berusia 40 tahun, telah mengubah limbah kayu menjadi kerajinan miniatur bernilai ekonomi tinggi, bahkan menembus pasar internasional.
Berawal dari ide memanfaatkan potensi lingkungan sekitar, Suherman yang awalnya memproduksi furnitur, beralih ke kerajinan tangan. Langkah berani ini membuahkan hasil yang luar biasa, mengubah limbah menjadi karya seni yang diminati hingga mancanegara.
Dari Limbah Kayu Menjadi Karya Seni Miniatur
Suherman memulai usahanya Cipta Handycraft Innovation Product (CHIP) sejak tahun 2016. Ia memanfaatkan kayu jati Belanda sisa olahan pabrik di sekitar Kragilan dan Cikande.
Keahliannya dalam mengolah kayu terlihat dari detail miniatur yang dibuatnya. Dari replika Masjid Taj Mahal, Menara Pagoda, Leuit khas Badui, hingga Masjid Agung Banten, Perahu Pinisi, dan ikon Titik Nol Banten, semua dikerjakan dengan sangat teliti dan cermat.
Menembus Pasar Internasional
Kejelian Suherman dalam melihat peluang pasar tidak hanya membuatnya sukses di dalam negeri. Produk-produknya telah berhasil diekspor hingga ke India dan Arab Saudi.
Saat ini, Suherman dan timnya tengah mengerjakan pesanan Masjid Nabawi Madinah. Hal ini membuktikan kualitas dan daya tarik produknya yang mampu bersaing di kancah internasional.
Keberhasilan menembus pasar internasional ini menunjukkan potensi besar industri kerajinan berbasis limbah kayu di Indonesia.
Membuka Lapangan Kerja dan Memberdayakan Masyarakat
Suksesnya bisnis Suherman tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri. Ia telah mempekerjakan 15 warga sekitar untuk membantu memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Hal ini menunjukkan kontribusi positifnya dalam membuka lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat sekitar. Usaha ini juga menjadi contoh nyata bagaimana industri kreatif dapat berkontribusi pada perekonomian lokal.
Harga miniatur yang ditawarkan beragam, mulai dari Rp200.000 hingga Rp2.000.000, tergantung tingkat kerumitan dan detailnya.
Dengan semakin tingginya permintaan, Suherman berencana untuk terus mengembangkan usahanya dan meningkatkan kualitas produknya.
Ia berharap dapat menginspirasi perajin lain untuk memanfaatkan limbah dan menciptakan peluang bisnis yang berkelanjutan.
Kisah Suherman menjadi bukti bahwa kreativitas dan ketekunan dapat mengubah sesuatu yang dianggap tidak bernilai menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berdampak positif bagi masyarakat.
Dengan inovasi dan kerja keras, limbah kayu dapat disulap menjadi kerajinan bernilai jual tinggi, membuka peluang ekonomi, serta mengangkat nama Indonesia di kancah internasional.