Parma mengejutkan dunia sepak bola dengan menunjuk Carlos Cuesta sebagai pelatih baru mereka. Pria berusia 29 tahun ini menggantikan Cristian Chivu, membawa angin segar di kubu Il Gialloblu. Keunikan Cuesta terletak pada usianya yang jauh lebih muda daripada beberapa pemain Parma sendiri.
Penunjukan Cuesta menimbulkan beragam reaksi, termasuk dari legenda AC Milan, Alessandro Costacurta, yang mengingat pengalamannya dilatih oleh mantan rekan setimnya, Carlo Ancelotti.
Pelatih Muda Parma, Tantangan Generasi
Carlos Cuesta, mantan asisten pelatih Mikel Arteta di Arsenal, resmi mengawali karier kepelatihannya di level senior di usia 29 tahun. Hal ini menjadikan dirinya lebih muda dari empat pemain Parma: Milan Djuric (35 tahun), Richard Marcone (32), Hernani, dan Yordan Osorio (31).
Tantangan ini tidaklah ringan. Cuesta harus mampu memimpin dan memotivasi pemain-pemain yang usianya lebih senior, bahkan beberapa di antaranya mungkin pernah bermain di level yang lebih tinggi dari dirinya.
Pengalaman lima tahun di Arsenal, khususnya bekerja dengan Mikel Arteta, tentu memberikan bekal berharga bagi Cuesta. Ia terbukti mampu beradaptasi di lingkungan profesional yang kompetitif.
Jejak Karir Cuesta dan Perbandingan dengan Ancelotti
Sebelum bergabung dengan Arsenal pada 2020, Cuesta pernah menjabat sebagai asisten pelatih di akademi Juventus. Ini menunjukkan konsistensi dan perkembangannya di dunia kepelatihan.
Alessandro Costacurta, legenda AC Milan, turut berkomentar tentang tantangan yang dihadapi Cuesta. Ia membandingkannya dengan pengalamannya dilatih oleh Carlo Ancelotti, yang juga merupakan mantan rekan setimnya di Milan.
Ancelotti, yang lebih tua tujuh tahun dari Costacurta, melatih Milan pada tahun 2001 saat Costacurta berusia 35 tahun. Costacurta menggambarkan pengalaman tersebut sebagai sesuatu yang “sedikit membuat kikuk,” karena harus menerima arahan dari seseorang yang sebelumnya merupakan teman dekatnya.
Strategi dan Gaya Kepelatihan Cuesta
Cuesta dikenal memiliki pendekatan personal yang kuat terhadap pemainnya. Ia menekankan pada pengembangan individu melalui peningkatan aspek teknis dan pemahaman taktik.
Kemampuannya menguasai enam bahasa, termasuk Italia, juga menjadi nilai tambah bagi Cuesta dalam berkomunikasi dan membangun hubungan dengan pemainnya di Parma.
Di Arsenal, Cuesta berperan penting dalam transformasi tim menjadi penantang gelar Liga Inggris. Ia berkontribusi dalam diskusi-diskusi strategis dengan pelatih kepala dan staf kepelatihan lainnya. Pengalaman ini akan sangat berharga dalam membimbing Parma.
Cuesta menitikberatkan pada pengembangan individual para pemainnya. Ia percaya bahwa peningkatan aspek teknis dan pemahaman taktik merupakan kunci kesuksesan tim.
Kemampuan berbahasa Italia, yang merupakan salah satu dari enam bahasa yang dikuasainya, akan mempermudah Cuesta dalam berkomunikasi dengan pemain dan staf Parma.
Perjalanan karier Cuesta yang relatif singkat namun gemilang menjadi bukti kapabilitasnya. Pilihan Parma untuk menunjuknya sebagai pelatih menjadi bukti kepercayaan terhadap potensi dan bakatnya di dunia kepelatihan sepak bola.
Penunjukan Cuesta yang mengejutkan sekaligus menjanjikan ini layak untuk dinantikan. Apakah ia mampu membawa Parma meraih prestasi gemilang? Hanya waktu yang akan menjawabnya.