Kejadian kurang menyenangkan baru-baru ini mengguncang dunia pariwisata Labuan Bajo. Sejumlah wisatawan mancanegara terlantar akibat penipuan yang dilakukan oleh agen perjalanan. Insiden ini menyoroti perlunya perbaikan tata kelola pariwisata di kawasan tersebut.
Sebanyak 13 turis asal Amerika Serikat dan 7 turis lokal menjadi korban penipuan agen travel. Mereka ditinggalkan di pelabuhan dan batal mengunjungi Taman Nasional Komodo.
Agen Perjalanan Tidak Terdaftar Resmi
Kasus ini melibatkan agen perjalanan Gratio Tour. Pihak agen diduga belum melunasi pembayaran kapal, meskipun rombongan wisatawan telah membayar lunas sebesar Rp 101 juta.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melkiades Laka Lena, menanggapi serius insiden ini. Ia menekankan perlunya perbaikan tata kelola pariwisata Labuan Bajo untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Melkiades menyatakan bahwa penipuan tersebut mencoreng citra pariwisata NTT. Perbaikan tata kelola mencakup peningkatan kapasitas pelaku pariwisata dan penegakan hukum yang tegas.
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA) NTT menyatakan agen perjalanan yang terlibat tidak terdaftar secara resmi. Hal ini menjadi sorotan penting dalam perbaikan sistem pengawasan.
Peningkatan kapasitas meliputi pelatihan teknis, etika, dan integritas. Penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.
Penipuan Serupa Pernah Terjadi
Ketua DPD ASITA NTT, Oyan Kristian, mengungkapkan bahwa agen travel tersebut memiliki rekam jejak penipuan. Perlu adanya fungsi kontrol yang lebih ketat untuk mencegah kejadian serupa.
Kasus penipuan terhadap wisatawan asing di Labuan Bajo bukanlah yang pertama. Pada tahun 2022, sepasang influencer juga menjadi korban penipuan agen travel dengan kerugian Rp 12 juta.
Pasangan influencer tersebut, Diego dan Kelly, mengalami kekecewaan karena batal berwisata dengan kapal pinisi. Agen travel tidak menjemput mereka dan tidak mengembalikan uang yang sudah dibayarkan.
Setelah memviralkan kejadian tersebut, agen travel akhirnya bersedia melakukan mediasi dan mengembalikan uang. Kasus ini diselesaikan secara damai dan kesepakatannya diunggah di media sosial.
Memviralkan agar Bisa Menangkap Pelaku
Diego dan Kelly memviralkan pengalaman mereka untuk mendorong penangkapan pelaku. Mereka juga melaporkan kasus tersebut kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Viralisasi kasus ini menjadi strategi efektif untuk mendapatkan perhatian publik dan pihak berwajib. Langkah ini diharapkan dapat mencegah terjadinya penipuan serupa di masa mendatang.
Laporan kepada Kemenparekraf bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi wisatawan dan meningkatkan pengawasan terhadap agen travel. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam industri pariwisata.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Perbaikan tata kelola dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk menjaga citra pariwisata Indonesia dan melindungi hak-hak wisatawan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam mencegah terulangnya penipuan serupa di masa depan. Pentingnya mencari informasi dan memilih agen travel yang terpercaya juga menjadi hal yang perlu ditekankan.