Konflik Israel-Iran yang memanas pada Jumat, 13 Juni 2025, berdampak pada puluhan Warga Negara Indonesia (WNI). Sebanyak 42 WNI yang tengah melakukan ziarah keagamaan terdampar di Tel Aviv setelah Bandara Ben Gurion ditutup menyusul serangan Israel ke Iran.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI langsung bergerak cepat memberikan bantuan. Upaya pemulangan WNI dilakukan melalui jalur darat dengan asistensi perwakilan diplomatik di Yordania.
42 WNI Terdampar di Tel Aviv Akibat Penutupan Bandara
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemenlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa para WNI seharusnya meninggalkan Israel melalui Tel Aviv. Namun, penutupan bandara memaksa Kemenlu mencari solusi alternatif.
KBRI Amman saat ini membantu puluhan WNI tersebut untuk menyeberang ke Yordania. Dari sana, diharapkan proses kepulangan ke Indonesia dapat dilanjutkan.
Total, Kemenlu mencatat ada 187 WNI yang berada di seluruh wilayah Israel. Sebagian besar berada di Aravah, selatan Israel.
Pemerintah Indonesia telah mengimbau WNI untuk menunda rencana perjalanan ke Israel dan Palestina, termasuk kunjungan ziarah. Imbauan ini dikeluarkan mengingat situasi keamanan yang tidak kondusif.
Situasi WNI di Iran dan Imbauan Pemerintah
Di Iran, situasi berbeda namun tetap memerlukan kewaspadaan. KBRI Teheran telah menetapkan status Siaga 2 sejak April 2024, mengingat tingginya jumlah WNI di negara tersebut.
Terdapat 386 WNI yang tersebar di 11 kota di Iran. Sebagian besar (258 orang) merupakan pelajar yang berada di kota Qom.
Kota Teheran menjadi lokasi WNI terbanyak kedua, sekitar 90 orang yang terdiri dari pelajar, pekerja migran, dan staf KBRI beserta keluarga. KBRI Teheran terus memonitor situasi dan memastikan keamanan WNI.
Meskipun situasi di Teheran tampak normal, KBRI tetap mengimbau WNI di Iran yang tidak memiliki kepentingan esensial untuk pulang secara mandiri sejak April 2024.
Saat ini, konflik Iran-Israel membuat wilayah udara di kawasan tersebut ditutup, menyulitkan penerbangan.
Eskalasi Konflik dan Dampaknya bagi Indonesia
Serangan Israel ke Iran, yang disebut Operasi Rising Lion, menyasar pusat nuklir, fasilitas militer, dan area pemukiman. Israel mengklaim serangan tersebut dilakukan demi keselamatan negara.
Iran membalas serangan tersebut dengan serangan drone dan rudal balistik. Gelombang serangan dari kedua negara masih berlangsung hingga saat ini.
Pengamat hubungan internasional, Idil Syawfi, menilai potensi eskalasi konflik sangat tinggi. Serangan balasan Israel ke depot minyak Iran dan kantor Kementerian Luar Negeri Iran memperkuat prediksi tersebut.
Idil melihat tujuan utama Israel adalah perubahan rezim di Iran, mengingat dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok yang menyerang Israel seperti Hamas, Houthi, dan Hizbullah.
Pengamat Timur Tengah, Tia Mariatul Kibtiah, menilai ada dua alasan serangan Israel: meningkatkan popularitas Netanyahu dan menghentikan negosiasi nuklir AS-Iran.
Namun, Tia memprediksi konflik ini tidak akan bereskalasi luas, mempertimbangkan kepentingan negara-negara Teluk yang berdekatan dengan area konflik.
Presiden AS Donald Trump menyatakan Iran dan Israel harus mencapai kesepakatan dan menawarkan diri untuk memfasilitasi. Ia sebelumnya telah memveto rencana Israel untuk membunuh Ayatollah Ali Khamenei.
Konflik ini berdampak signifikan bagi Indonesia, terutama secara ekonomi. Kenaikan harga minyak dunia akibat terhambatnya distribusi minyak global melalui Selat Hormuz akan berdampak pada perekonomian Indonesia sebagai pengimpor energi.
Pemerintah Indonesia telah mengutuk serangan Israel dan terus memantau situasi. Perlindungan WNI menjadi prioritas utama, meskipun hingga saat ini belum ada permintaan evakuasi dari WNI di Iran.
Saran dari para ahli menekankan pentingnya strategi antisipatif pemerintah Indonesia terhadap berbagai skenario eskalasi konflik, serta upaya diplomasi untuk penyelesaian damai. Perlindungan WNI harus tetap menjadi fokus utama.