Sebuah video viral di media sosial menampilkan perdebatan antara seorang penumpang perempuan dan petugas kereta api. Perempuan tersebut, Sri Ushwa Ningrum (29), mengatakan petugas meminta pembayaran tiket tambahan untuk anaknya yang masih kecil.
Kejadian ini terjadi di Stasiun Mandai, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Minggu (22/6). Sri menjelaskan bahwa ia telah memesan 30 tiket untuk keluarganya dengan rute perjalanan dari Pangkep, Barru hingga Maros. Keluarga tersebut melakukan registrasi ulang di Stasiun Garongkong, Barru, sebelum melanjutkan perjalanan ke Stasiun Mandai.
Sesampainya di Stasiun Mandai, keluarga Sri dihadang petugas karena anak mereka yang masih di bawah umur dianggap tidak memiliki tiket. “Sesampainya di Stasiun Mandai, kami sekeluarga dihambat oleh petugas KAI dengan alasan anak kami yang di bawah umur tidak bisa berangkat karena tidak memiliki tiket,” ujar Sri kepada detikSulsel, Selasa (24/6).
Menanggapi video viral tersebut, Kepala Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan (BPKASS), Deby Hospital, menjelaskan bahwa petugas yang terlibat adalah karyawan PT Angkasa Pura Support (APS), yang bertugas sebagai tim pendukung operasional di stasiun, bukan langsung karyawan KAI.
BPKASS menyatakan tengah menyelidiki kejadian tersebut secara internal. Penyelidikan meliputi penelusuran kronologi, evaluasi prosedur pelayanan, dan kemungkinan penjatuhan sanksi disipliner kepada petugas jika terbukti melanggar standar pelayanan atau etika kerja. “Kami memastikan bahwa kejadian ini sedang ditangani secara menyeluruh,” kata Deby dalam keterangan tertulis, Rabu (25/6).
Sebagai langkah korektif, BPKASS meminta PT APS untuk menjatuhkan sanksi kepada petugas sesuai ketentuan internal perusahaan dan memberikan pelatihan ulang. Pelatihan tersebut difokuskan pada pentingnya pelayanan prima, keramahan kepada pelanggan, dan penerapan nilai-nilai hospitality.
BPKASS juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan prosedur boarding serta pemeriksaan penumpang di seluruh stasiun di Sulawesi Selatan. Tujuannya adalah untuk memastikan pelayanan sesuai standar dan mencegah kejadian serupa terulang kembali. “Kami juga menghimbau seluruh pengguna jasa kereta api untuk senantiasa mematuhi ketentuan perjalanan,” imbuh Deby.
Selain itu, Deby menekankan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perjalanan kereta api, termasuk persyaratan usia anak yang wajib memiliki tiket. Hal ini penting untuk keselamatan, ketertiban, dan kelancaran perjalanan kereta api. BPKASS menghargai masukan dan kritik masyarakat serta berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan transportasi publik yang inklusif dan berkualitas.
Kasus ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif dan pelatihan yang memadai bagi petugas pelayanan publik, khususnya dalam menghadapi situasi yang melibatkan anak-anak dan keluarga. Perlu adanya panduan yang jelas dan konsisten terkait kebijakan tiket anak di bawah umur agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan konflik seperti yang terjadi.
Lebih lanjut, perlu diteliti lebih lanjut apakah kebijakan tiket anak di bawah umur sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apakah terdapat celah dalam implementasinya. Transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap layanan kereta api.
Kejadian ini juga mengingatkan pentingnya bagi penumpang untuk memahami peraturan dan kebijakan yang berlaku sebelum melakukan perjalanan, sehingga dapat menghindari kesalahpahaman dan konflik yang tidak perlu. Pentingnya kesabaran dan pemahaman dari kedua belah pihak, baik petugas maupun penumpang, dalam menyelesaikan masalah juga perlu ditekankan.
Kesimpulannya, kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait. Perlu adanya peningkatan standar pelayanan, pelatihan yang lebih baik bagi petugas, dan pemahaman yang lebih baik dari penumpang terkait aturan yang berlaku. Harapannya, kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang dan layanan kereta api di Sulawesi Selatan dapat terus ditingkatkan kualitasnya.