Jaksa Agung menolak pembelaan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, terkait dugaan salah hitung uang dan emas senilai hampir Rp 1 triliun yang disita dari rumahnya. Jaksa menyatakan penghitungan tersebut akurat dan telah dilakukan secara prosedural.
Dalam replik yang disampaikan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (11/6/2025), jaksa menegaskan bukti-bukti yang ada mendukung jumlah aset yang disita. Proses penghitungan melibatkan saksi dari pihak bank dan disaksikan oleh keluarga Zarof.
Penghitungan Aset Zarof Ricar: Jaksa Tetap pada Posisi Awal
Jaksa membantah klaim Zarof Ricar bahwa penghitungan uang dan emas di rumahnya keliru. Mereka menekankan proses penghitungan yang melibatkan saksi ahli dari pihak bank dan disaksikan langsung oleh keluarga Zarof.
Saksi Ronny Bara Pratama, putra Zarof, membenarkan proses penyitaan uang sekitar Rp 900 miliar dan emas di rumah tersebut. Kehadiran saksi dan bukti Berita Acara Penghitungan yang ditandatangani petugas Bank BNI KC Melawai Raya menguatkan klaim jaksa.
Penghitungan aset dilakukan langsung di lokasi penggeledahan dan hasilnya terdokumentasi dengan baik. Hal ini menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyitaan.
Rincian Aset yang Disita dari Rumah Zarof Ricar
Aset yang disita dari rumah Zarof Ricar meliputi uang tunai dalam berbagai mata uang dan emas batangan. Rinciannya sebagai berikut:
- Rupiah: Rp 5.703.475.000
- Dollar Singapura (SGD): 74.495.427
- Dollar Amerika Serikat (USD): 1.898.062
- Euro (EUR): 71.200
- Dollar Hong Kong (HKD): 483.620
- Emas Batangan: 51 kilogram
Total nilai aset tersebut diperkirakan mencapai hampir Rp 1 triliun, mengingat harga emas saat penyitaan sekitar Rp 1.692.000 per gram.
Besarnya jumlah aset yang disita ini menjadi sorotan utama kasus ini, mengingat Zarof tidak pernah melaporkan harta tersebut ke KPK.
Kasus Zarof Ricar: Makelar Kasus dan Harta Kekayaan yang Mencurigakan
Zarof Ricar, mantan pejabat MA, diduga terlibat dalam praktik suap terkait putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Ia dikenal sebagai ‘makelar kasus’ di lingkungan peradilan.
Penangkapan Zarof di Bali pada Oktober 2024 dan penggeledahan rumahnya yang mengungkap harta kekayaan fantastisnya menjadi titik krusial dalam kasus ini. Ketidaksesuaian antara harta kekayaan yang dimiliki dengan laporan harta kekayaannya ke KPK menjadi dasar dugaan tindak pidana korupsi.
Dalam persidangan sebelumnya, Zarof hanya melaporkan penerimaan gratifikasi berupa karangan bunga senilai Rp 35,5 juta. Ini jauh berbeda dengan aset yang disita dari rumahnya, yang nilainya mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Jaksa menuntut Zarof dengan hukuman 20 tahun penjara. Zarof dalam pembelaannya berdalih lalai dalam melaporkan harta kekayaannya, menyesali perbuatannya, dan berharap dapat bebas dari tuntutan tersebut. Sidang kasus ini masih berlanjut.
Kasus Zarof Ricar menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga peradilan. Jumlah aset yang fantastis yang ditemukan menunjukkan betapa seriusnya masalah korupsi yang terjadi dalam sistem peradilan Indonesia. Putusan hakim nantinya akan sangat dinantikan publik sebagai bentuk penegakan hukum dan keadilan.