Penutupan Selat Hormuz oleh Iran akan berdampak signifikan terhadap Indonesia, mengingat jalur laut sempit antara Iran dan Oman tersebut menjadi akses utama perdagangan minyak mentah dunia. Sekitar 20 juta barel minyak per hari (BOPD), atau 20 persen dari konsumsi global, melewati Selat Hormuz. Jalur ini juga merupakan lintasan kapal pengangkut gas alam cair (LNG).
Indonesia sendiri sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk impor minyak mentah. Berdasarkan data Pertamina, impor minyak mentah Indonesia melalui Selat Hormuz mencapai 22,8 juta barel. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat pembelian crude dari Arab Saudi, yang sebagian besar melalui jalur tersebut, mencapai 19 persen dari total impor minyak mentah Indonesia yang diperkirakan mencapai 120 juta barel sepanjang 2024. VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengakui hal tersebut saat dikonfirmasi.
“Bisa jadi (Indonesia mengimpor 22,8 juta barel crude melalui Selat Hormuz),” ujar Fadjar. “Tapi tidak semua terminal crude Arab Saudi ada di jalur Selat Hormuz, sebagian besar iya,” tambahnya.
Dampak Penutupan Selat Hormuz Terhadap Indonesia
Ancaman blokade Selat Hormuz akan menimbulkan ketidakpastian pasokan minyak, yang berujung pada kenaikan harga minyak mentah dunia. Kenaikan ini akan berdampak langsung pada biaya produksi dan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Pemerintah akan menghadapi dilema antara menjaga stabilitas harga jual pertalite dan solar untuk masyarakat, dan menanggung beban subsidi yang membengkak akibat selisih harga pokok dan harga jual BBM.
Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah, menekankan bahwa “Selisih antara harga pokok yang naik dan harga jual (BBM) tetap itulah yang ditanggung sebagai subsidi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kenaikan harga minyak dunia otomatis memperbesar selisih tersebut, sehingga membengkakkan anggaran subsidi.” Situasi ini diperparah jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah, karena transaksi minyak dilakukan dalam dolar AS.
Yayan Satyakti, pengamat energi dari Universitas Padjadjaran, memprediksi harga minyak dunia dapat mencapai US$145 per barel jika blokade berlangsung lama, minimal beberapa bulan. Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengingatkan potensi menipisnya kas negara akibat beban subsidi yang membengkak di tengah gejolak rantai pasok minyak global.
Ancaman Resesi Ekonomi Global
Kenaikan harga minyak dunia akan memicu inflasi global, yang berpotensi menyebabkan resesi ekonomi global. Perdagangan global akan semakin terbatas, dan permintaan produk dari berbagai negara, termasuk Indonesia, akan berkurang. Bank sentral di berbagai negara akan menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, sehingga biaya investasi akan semakin mahal dan perputaran ekonomi global melambat.
Huda menambahkan, “Ketika inflasi tinggi, bank sentral akan mengerek suku bunga agar dapat mengendalikan inflasi. Akibatnya, cost of investment akan semakin mahal. Perputaran ekonomi global akan terasa melambat.”
Latar Belakang Ancaman Penutupan Selat Hormuz
Iran menunjukkan keseriusannya untuk memblokir Selat Hormuz. Media pemerintah Iran melaporkan dukungan parlemen terhadap rencana penutupan selat tersebut, meskipun keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran. Eskalasi di Timur Tengah meningkat setelah Amerika Serikat (AS) menyerang tiga situs nuklir Iran pada 21 Juni 2025, yaitu fasilitas pengayaan uranium Natanz, Fordo, dan Isfahan. Operasi yang disebut ‘Midnight Hammer’ ini bertujuan untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan.
Situasi semakin rumit dengan adanya perang tarif dagang yang dipicu AS, dan Indonesia terkena dampaknya melalui tarif resiprokal sebesar 32 persen. Ketidakpastian ini masih berlanjut menjelang batas akhir penundaan implementasi tarif pada 8 Juli 2025.
Kesimpulannya, ancaman penutupan Selat Hormuz merupakan ancaman serius bagi ekonomi Indonesia. Kenaikan harga minyak, potensi resesi global, dan beban subsidi yang membengkak merupakan beberapa dampak yang perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh pemerintah.