Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk masa depan kecerdasan buatan (AI) yang adil dan etis. Negara ini tidak hanya fokus pada pengembangan teknologi AI, tetapi juga menekankan pentingnya etika, inklusivitas, dan kedaulatan digital dalam penerapannya.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, dalam Forum Global Etika AI UNESCO ke-3 di Bangkok pada 25 Juni 2025. Nezar menyoroti komitmen Indonesia untuk memastikan AI bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
Penerapan AI Readiness Assessment Methodology (RAM) UNESCO
Indonesia telah berhasil menerapkan metodologi AI Readiness Assessment Methodology (RAM) dari UNESCO. RAM ini digunakan untuk menilai kesiapan tata kelola AI di berbagai negara.
Lebih dari 70 negara telah menerapkan RAM. Indonesia menjadi salah satu pelopor di Asia Tenggara yang menyelesaikan penilaian secara nasional.
Namun, bagi Indonesia, AI lebih dari sekadar teknologi. Ini tentang nilai-nilai kemanusiaan dan masa depan bangsa.
Melalui serangkaian lokakarya di berbagai wilayah, pemerintah membangun pemahaman bersama tentang kebutuhan AI Indonesia. Lokakarya ini digelar di Jakarta, Aceh, Balikpapan, dan Makassar.
Nezar menyatakan bahwa RAM membantu Indonesia memahami kebutuhan dan harapan yang beragam terkait AI. Hasil penilaian tersebut memberikan gambaran komprehensif tentang status AI Indonesia dari berbagai aspek.
Tantangan dan Prioritas Kedaulatan Digital
Proses implementasi RAM bukan tanpa tantangan. Keterbatasan waktu berdampak pada keterwakilan wilayah dan seleksi pakar dalam pengumpulan data.
Keberagaman Indonesia menjadi kekuatan dan tantangan. Menjamin suara dari seluruh daerah menjadi prioritas utama.
Nezar menekankan pentingnya kedaulatan digital bagi Indonesia. Ini bukan hanya kesiapan teknologi, tetapi juga kesiapan strategis di tingkat nasional.
Kedaulatan digital merupakan penilaian strategis yang penting untuk masa depan Indonesia. Ini menjadi langkah signifikan berikutnya dalam pengembangan AI di Indonesia.
Kerja Sama Global dan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Delegasi Indonesia dalam forum tersebut turut dihadiri oleh pejabat tinggi dari berbagai negara. Diantaranya Comoros, Malaysia, Malawi, Montenegro, Maldives, Somalia, Uganda, Kuba, Laos, dan Botswana.
Indonesia menekankan keseimbangan antara aspek teknis dan nilai kemanusiaan dalam pengembangan AI. Pendidikan etika AI, keterlibatan masyarakat sipil, dan kebijakan nyata di berbagai sektor menjadi fokus utama.
Indonesia juga mendorong kerja sama berbasis nilai di negara-negara berkembang. Usulan pertukaran pengetahuan dan integrasi penilaian dampak etika dalam proyek AI multilateral diajukan.
Diskusi dalam forum tersebut difasilitasi oleh Maki Katsuno-Hayashikawa, Direktur Kantor Regional Multisektor UNESCO di Jakarta. Diskusi ini membahas bagaimana AI dapat berkembang tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental.
Partisipasi Indonesia di forum ini menegaskan komitmen negara ini. Indonesia bukan hanya pengguna teknologi, tetapi juga berperan dalam menentukan arah dan menjaga nilai-nilai dalam ekosistem AI global.
Indonesia ingin berkontribusi dalam membentuk etika dan tata kelola AI global. Bukan hanya menjadi pasar bagi teknologi asing.
Di era digital yang semakin berkembang, suara Indonesia menjadi penting. AI harus tidak hanya canggih, tetapi juga beradab dan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.