Baru-baru ini, sebuah video beredar luas di media sosial. Video tersebut diklaim menunjukkan ratusan rudal hipersonik Iran yang diluncurkan menuju Israel. Namun, klaim tersebut ternyata tidak akurat.
Tim Cek Fakta Kompas.com telah melakukan penelusuran dan menemukan bahwa video tersebut dibagikan dengan konteks yang salah. Informasi yang sebenarnya jauh berbeda dari narasi yang beredar.
Narasi yang Beredar di Media Sosial
Sejumlah akun Facebook menyebarkan video tersebut pada 17 Juni 2025. Narasi yang menyertainya menyatakan video itu menampilkan ratusan rudal hipersonik Iran yang melintas di langit Israel.
Beberapa akun bahkan menambahkan komentar yang seolah memperkuat klaim tersebut, mengatakan bahwa peristiwa itu bukanlah efek CGI, melainkan rudal sungguhan.
Hasil Penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com
Setelah dilakukan penelusuran menggunakan Google Lens, terungkap fakta mengejutkan. Video tersebut ternyata tidak menampilkan rudal Iran.
Video yang sama ditemukan dalam pemberitaan Sky News pada 17 Januari 2025. Berita tersebut membahas tentang serpihan roket SpaceX yang jatuh ke Bumi, menciptakan pemandangan seperti hujan meteor.
Roket SpaceX tersebut meledak di atas Bahama pada 16 Juni 2025, delapan menit setelah peluncuran dari Texas, Amerika Serikat.
Serpihan roket yang terbakar terlihat melintas di langit atas Kepulauan Turks dan Caicos. Inilah yang terekam dalam video yang kemudian disebarluaskan dengan narasi yang menyesatkan.
Meskipun demikian, Iran memang mengklaim telah meluncurkan rudal hipersonik Fattah-1 pada 18 Juni 2025. Rudal ini dirancang untuk menembus pertahanan canggih seperti Iron Dome milik Israel atau Arrow milik Amerika Serikat.
Fitur utama Fattah-1 adalah *nozzle* bergerak pada tahap kedua, memungkinkannya bermanuver secara lateral, vertikal, dan berputar di luar atmosfer.
Peluncuran Fattah-1 disebut sebagai “lompatan generasi” dalam teknologi rudal Iran. Namun, klaim ini diragukan oleh beberapa pihak.
Keraguan Terhadap Klaim Iran
Jack Watling, peneliti senior di Royal United Services Institute, meragukan klaim IRGC tentang rudal hipersonik Fattah-1.
Watling menjelaskan bahwa rudal hipersonik harus memiliki sistem navigasi yang sangat canggih, untuk mampu bermanuver pada kecepatan tinggi.
Ia menambahkan bahwa AS dan China telah mengembangkan rudal hipersonik, namun belum digunakan dalam pertempuran. Negara lain seperti Rusia, Korea Utara, dan Pakistan telah menguji teknologi serupa, tetapi masih kurang canggih.
Watling menyimpulkan bahwa pembuatan rudal hipersonik adalah tugas yang sangat kompleks, dan Iran mungkin belum memiliki kapasitas untuk memproduksinya.
Kesimpulannya, video yang beredar luas di media sosial bukanlah bukti peluncuran rudal hipersonik Iran ke Israel. Video tersebut sebenarnya menampilkan serpihan roket SpaceX yang jatuh di dekat Kepulauan Turks dan Caicos. Sementara klaim Iran mengenai peluncuran rudal Fattah-1 masih dipertanyakan kredibilitasnya oleh para ahli.
Peristiwa ini menjadi pengingat penting untuk selalu memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, terutama informasi yang beredar di media sosial yang seringkali tidak akurat. Penting bagi kita untuk bijak dalam mengonsumsi informasi dan menjadi bagian dari upaya penyebaran informasi yang benar dan bertanggung jawab.
