Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, tengah menghadapi ancaman hukuman 20 tahun penjara. Ia membela diri dengan alasan kelalaian, padahal telah terbukti menimbun harta mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Jumlah ini jauh melampaui apa yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengakuan kelalaian tersebut disampaikan Zarof saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 10 Juni 2025. Ia mengaku menyesali perbuatannya, terutama mengingat usia dan masa pensiunnya yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga.
Kasus Gregorius Ronald Tannur dan Peran Zarof Ricar
Kasus ini bermula dari putusan bebas yang diberikan Pengadilan Negeri Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur atas tuduhan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti. Kejanggalan dalam putusan tersebut mengungkap adanya transaksi suap.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kemudian menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Penyelidikan tersebut menjerat sejumlah pihak, termasuk hakim yang terlibat, pengacara Tannur, bahkan ibu Tannur sendiri. Nama Zarof Ricar pun muncul sebagai dugaan makelar kasus di balik putusan bebas tersebut.
Profil Zarof Ricar: Dari Pejabat MA Hingga Tersangka Kasus Suap
Zarof Ricar memiliki karir panjang di Mahkamah Agung. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA (eselon II a) dari Agustus 2006 hingga September 2014.
Kariernya terus menanjak. Pada Oktober 2014 hingga Juli 2017, ia menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA (eselon II a). Ia kemudian menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA (eselon I a) dari Agustus 2017 hingga Februari 2022 sebelum akhirnya pensiun.
Harta Kekayaan Fantastis dan Kejanggalan Laporan Gratifikasi
Penangkapan Zarof di Jimbaran, Bali pada Oktober 2024, menjadi titik balik kasus ini. Penggeledahan rumah Zarof menghasilkan temuan mengejutkan: uang tunai Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg. Total nilai harta tersebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Fakta ini kontras dengan laporan harta kekayaan Zarof ke KPK. Ia hanya melaporkan satu kali penerimaan gratifikasi, yaitu berupa karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putranya. Selama periode 2012-2022, Zarof tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi lainnya, meskipun ia memiliki harta kekayaan fantastis yang tidak sesuai dengan penghasilannya sebagai pejabat negara. Perbedaan mencolok antara harta kekayaan yang ditemukan dan laporan gratifikasi yang disampaikannya menjadi fokus utama dalam persidangan. Kejagung pun terus menyelidiki asal-usul harta kekayaan yang dimiliki Zarof Ricar. Pernyataan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengenai betapa terkejutnya tim penyidik menemukan jumlah uang tunai yang sangat besar di rumah Zarof semakin memperkuat dugaan penyimpangan tersebut.
Pernyataan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengenai betapa terkejutnya tim penyidik menemukan jumlah uang tunai yang sangat besar di rumah Zarof semakin memperkuat dugaan penyimpangan tersebut. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik dalam pengelolaan harta kekayaan. Sidang kasus ini masih berlanjut, dan publik menunggu perkembangan selanjutnya.