Industri telekomunikasi Indonesia menyaksikan babak baru persaingan setelah merger XL Axiata dan Smartfren membentuk XL Smart Sejahtera, perusahaan senilai Rp 104 triliun. Langkah ini berpotensi menjadikan XL Smart Sejahtera sebagai operator seluler terbesar kedua di Indonesia, setelah Telkomsel.
Namun, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), hasil merger Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri (3) pada 2022, juga menunjukkan kinerja keuangan yang sangat mengesankan. Keberadaan IOH menambah dinamika persaingan di antara operator seluler besar di Indonesia.
Pertarungan Dua Raksasa Telekomunikasi
Pada akhir 2024, IOH mencatatkan pendapatan Rp 55,9 triliun dan laba Rp 4,91 triliun – prestasi luar biasa yang hanya pernah dicapai Telkomsel sebelumnya. Performa ini menjadi tolok ukur bagi XL Smart Sejahtera yang baru terbentuk.
Di sisi lain, XL Smart Sejahtera memproyeksikan pendapatan Rp 45,8 triliun pada 2025, dengan basis pelanggan gabungan mencapai 94,5 juta. Ini menunjukkan potensi besar XL Smart Sejahtera sebagai kompetitor utama IOH.
Sebagai perbandingan, XL Axiata pada 2024 (sebelum merger) memiliki pendapatan Rp 34,4 triliun dan laba Rp 1,3 triliun dengan 58,8 juta pelanggan. Smartfren, di tahun yang sama, mencatatkan pendapatan Rp 11,41 triliun tetapi mengalami kerugian Rp 1,29 triliun.
Perbandingan Spektrum Frekuensi dan Infrastruktur
Baik XL Smart Sejahtera maupun IOH memiliki jumlah pelanggan yang hampir sama, sekitar 95 juta. Akan tetapi, perbedaan utama terletak pada kepemilikan spektrum frekuensi dan infrastruktur.
IOH menguasai spektrum frekuensi selebar 135 MHz (setelah pengurangan 10 MHz oleh pemerintah pasca merger) di rentang 850 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, dan 2100 MHz.
XL Smart Sejahtera saat ini menguasai 152 MHz di rentang 850 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz, dan 2300 MHz. Namun, jumlah ini akan berkurang menjadi 137 MHz pada akhir 2026 karena pengurangan spektrum oleh pemerintah.
Keunggulan XL Smart Sejahtera terletak pada penguasaan spektrum 2300 MHz (“frekuensi emas”), yang memungkinkan penempatan BTS yang lebih rapat di area padat penduduk. Ini meningkatkan kapasitas jaringan dan potensi penambahan pelanggan. IOH hanya mengandalkan spektrum hingga 2100 MHz.
Efisiensi dan Ekspansi Jaringan
Pasca merger, XL Smart Sejahtera memiliki 3.200 karyawan (gabungan XL Axiata dan Smartfren), dibandingkan IOH dengan 4.121 karyawan. Integrasi infrastruktur jaringan, termasuk 211.094 unit BTS, memungkinkan penghematan biaya modal dan operasional.
Penghematan biaya diperkirakan mencapai US$ 300-400 juta per tahun melalui optimasi jaringan dan pengurangan redundansi. Skala ekonomi yang lebih besar juga meningkatkan daya tawar dalam negosiasi dengan vendor.
Integrasi BTS dan pembangunan 8.000 BTS baru di wilayah terpencil akan memperluas cakupan layanan dan meningkatkan ARPU (Average Revenue Per User). ARPU XL Smart Sejahtera ditargetkan sekitar Rp 40.000, lebih tinggi dari ARPU Smartfren sebelumnya (Rp 29.000).
XL Smart Sejahtera juga memiliki keunggulan berupa jaringan fiber optik (FO) sepanjang 133.000 kilometer (gabungan XL Axiata dan Smartfren), yang akan meningkatkan kualitas layanan. Sebagai perbandingan, Telkomsel memiliki jaringan FO sekitar 173.000 kilometer, sementara IOH sekitar 60.000 kilometer.
Dengan merger, jumlah operator seluler di Indonesia berkurang dari enam menjadi tiga: Telkomsel, IOH, dan XL Smart Sejahtera. Sampurna Telecom, yang tak mampu bersaing, telah mengembalikan spektrum frekuensinya kepada pemerintah.
Meskipun persaingan tetap ketat, merger ini berpotensi menciptakan efisiensi di industri telekomunikasi Indonesia, dengan pengelolaan sumber daya yang lebih efektif dan hemat. Ini akan berdampak positif bagi konsumen dalam jangka panjang.