Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi III mengusulkan agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diintegrasikan ke dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. Usulan ini bertujuan untuk memperkuat peran LPSK dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menjelaskan pentingnya peran LPSK dalam proses hukum. Integrasi ke dalam KUHAP diyakini akan memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan jelas bagi lembaga ini.
Usulan Integrasi LPSK ke dalam KUHAP Baru
Habiburokhman menekankan pentingnya koordinasi antara Komisi III DPR dan LPSK untuk merumuskan pasal-pasal yang tepat dalam KUHAP baru. Hal ini akan memastikan LPSK memiliki peran yang jelas dan terdefinisi dengan baik dalam proses penegakan hukum.
Komisi III berencana untuk melibatkan perwakilan komisioner LPSK dan tenaga ahli dari kedua belah pihak dalam proses penyusunan pasal-pasal tersebut. Proses ini diharapkan menghasilkan rumusan yang komprehensif dan mengakomodir kebutuhan LPSK.
Menurut Habiburokhman, penguatan LPSK dalam KUHAP merupakan kesepakatan yang telah terjalin sejak pemilihan komisioner LPSK oleh Komisi III DPR. Ini menunjukkan komitmen DPR untuk mendukung peran strategis LPSK.
Peran Strategis LPSK dalam Sistem Peradilan Pidana
Keberadaan LPSK dinilai sangat krusial dalam rangkaian proses peradilan pidana. Lembaga ini memiliki peran vital dalam melindungi saksi dan korban, sehingga mereka berani memberikan kesaksian yang jujur dan objektif.
Dengan adanya perlindungan yang memadai, diharapkan proses penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif dan berkeadilan. LPSK membantu memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Komisi III DPR dan LPSK sepakat untuk terus berkomunikasi dan berkoordinasi untuk memastikan usulan integrasi ini berjalan lancar. Kerja sama yang baik di antara kedua lembaga sangat penting untuk keberhasilan inisiatif ini.
Kesiapan LPSK dan Tahapan Penyusunan KUHAP Baru
Ketua LPSK, Achmadi, menyambut positif usulan integrasi tersebut dan menyatakan kesiapan lembaganya untuk diintegrasikan ke dalam KUHAP yang baru. Lembaga ini siap berkontribusi dalam penyempurnaan regulasi terkait perlindungan saksi dan korban.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih dalam tahap penyusunan. Proses penyusunan ini diharapkan dapat menghasilkan KUHAP yang lebih modern dan komprehensif.
Norma-norma yang mengatur perlindungan saksi dan korban, yang diusulkan Habiburokhman, dianggap sangat penting untuk diatur dalam KUHAP. Hal ini akan memastikan perlindungan saksi dan korban memiliki landasan hukum yang kuat dan jelas.
Proses integrasi LPSK ke dalam KUHAP baru menandakan komitmen pemerintah dan DPR untuk memperkuat perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan adanya perlindungan yang lebih terjamin, diharapkan akan semakin banyak saksi dan korban yang berani tampil dan memberikan kesaksian, sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel. Kolaborasi yang erat antara Komisi III DPR dan LPSK sangat krusial untuk memastikan keberhasilan inisiatif ini, demi terwujudnya keadilan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.