Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diproyeksikan membengkak. Penerimaan negara diperkirakan jauh di bawah target, sementara belanja pemerintah justru meningkat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi keuangan negara.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi defisit APBN 2025 mencapai Rp 662 triliun. Angka ini setara dengan 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit APBN 2025: Lebih Lebar dari Proyeksi Awal
Proyeksi awal APBN 2025 memang sudah menargetkan defisit. Namun, defisit yang diprediksi mencapai Rp 662 triliun ini lebih besar dari target awal sebesar Rp 616 triliun (2,53 persen PDB).
Sri Mulyani menyatakan bahwa meskipun lebih besar, defisit tersebut masih terkelola.
Pemerintah memprediksi pendapatan negara hanya mencapai Rp 2.865 triliun, jauh di bawah target Rp 3.005 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 3.527 triliun.
Defisit ini akan ditutup melalui penambahan utang pemerintah dan pemanfaatan sisa anggaran lebih (SAL) Rp 85,6 triliun dari APBN 2024.
Lonjakan Anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Salah satu faktor utama pembengkakan APBN adalah peningkatan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Awalnya dianggarkan Rp 71 triliun, anggaran MBG kini diperkirakan mencapai Rp 116 triliun. Bahkan, angka ini berpotensi melonjak hingga Rp 240 triliun.
Peningkatan ini disebabkan oleh penambahan penerima manfaat dan pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Pemerintah menargetkan 30.000 unit SPPG beroperasi hingga 2026. Hingga Juni 2025, baru 1.863 unit yang telah terbangun.
Realisasi MBG hingga Juni 2025 baru mencapai 7 persen dari total anggaran awal (Rp 71 triliun), yaitu sekitar Rp 5 triliun.
Jumlah penerima manfaat juga masih jauh dari target 82,9 juta orang.
Analisis AMRO dan Antisipasi Pemerintah
Pembengkakan defisit APBN 2025 sudah diprediksi sebelumnya, termasuk oleh AMRO dalam laporan AMRO Annual Consultation Report Indonesia 2025.
AMRO memproyeksikan peningkatan defisit karena pengeluaran yang lebih tinggi untuk program prioritas, termasuk MBG.
Laporan AMRO juga memperkirakan pengeluaran MBG akan melampaui potensi pendapatan tambahan dari kenaikan PPN menjadi 12 persen (yang akhirnya dibatalkan).
Pemerintah berupaya melakukan efisiensi belanja sebesar Rp 306 triliun. Namun, anggaran MBG yang besar tetap menjadi tantangan.
Meskipun efisiensi dilakukan, anggaran MBG tetap signifikan, dengan anggaran awal Rp 71 triliun ditambah anggaran tambahan Rp 100 triliun, totalnya menjadi Rp 171 triliun.
Tantangan besar kini dihadapi pemerintah untuk mencapai target MBG di semester kedua tahun ini, mengingat realisasi anggaran dan penerima manfaat masih jauh dari target.
Ke depan, pemerintah perlu strategi yang lebih tepat dalam mengelola anggaran dan memastikan efektivitas program MBG agar tidak terus membebani APBN.