Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 5,50 persen. Langkah ini merupakan respon proaktif BI terhadap potensi pelonggaran moneter global dan mencerminkan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi domestik. Namun, langkah ini juga berpotensi menimbulkan dampak pada nilai tukar rupiah.
Penurunan BI Rate, menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, dapat menekan nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi ekspektasi pasar yang positif. Untungnya, tekanan eksternal saat ini mulai mereda, cadangan devisa menguat, dan aliran modal portofolio kembali masuk ke pasar domestik. Hal ini membuat risiko depresiasi rupiah masih terkendali.
Langkah Bank Indonesia: Respon Proaktif terhadap Situasi Global
Keputusan BI untuk menurunkan BI Rate menjadi 5,50 persen menunjukkan pandangan yang jauh ke depan. Langkah ini memperhitungkan potensi pelonggaran moneter global, khususnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed di paruh kedua tahun 2025.
Inflasi yang terkendali di bawah 3 persen juga memberikan ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. Kondisi ini memberikan landasan yang kuat bagi keputusan BI.
Dampak Penurunan BI Rate terhadap Rupiah dan Sektor Ekonomi
Meskipun risiko depresiasi rupiah masih terkendali, pelemahan rupiah tetap berpotensi meningkatkan biaya impor, khususnya untuk sektor manufaktur dan infrastruktur yang bergantung pada barang modal impor.
Sebaliknya, sektor ekspor berpotensi diuntungkan karena daya saing harga yang meningkat, terutama untuk komoditas dan manufaktur ekspor. Namun, hal ini tetap bergantung pada permintaan global dan hambatan tarif di negara tujuan ekspor.
Potensi Peningkatan Permintaan Kredit
Penurunan BI Rate dan tren penurunan suku bunga simpanan perbankan selama dua bulan terakhir berpotensi mendorong permintaan kredit. Hal ini terutama berlaku bagi UMKM dan perusahaan padat karya yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, UMKM dapat lebih mudah mengakses pembiayaan untuk ekspansi usaha atau menjaga arus kas. Ini sangat penting mengingat tekanan biaya produksi akibat kenaikan upah dan harga bahan baku.
Dorongan bagi UMKM dan Sektor Padat Karya
Penurunan suku bunga juga dapat membantu sektor padat karya mempertahankan tenaga kerja dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi. Ini berpotensi mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Secara keseluruhan, penurunan BI Rate diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Namun, pemerintah dan BI perlu tetap memonitor perkembangan ekonomi global dan domestik untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin muncul.
Meskipun potensi dampak positif cukup besar, penting untuk diingat bahwa dampak sebenarnya akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk respon pasar, kondisi ekonomi global, dan kebijakan pemerintah selanjutnya. Pemantauan yang cermat dan langkah-langkah antisipatif tetap diperlukan untuk memastikan kestabilan ekonomi nasional.