Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran kembali memanas setelah serangan militer AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Serangan tersebut memicu kekhawatiran akan gelombang serangan siber balasan dari Iran, mengingat kemampuan mereka dalam melakukan serangan digital terhadap infrastruktur vital AS.
Tiga hari pasca serangan, otoritas AS meningkatkan kewaspadaan. Aktivitas mencurigakan di dark web yang dikaitkan dengan Iran tengah dipantau ketat. FBI dan eksekutif rumah sakit juga bekerja sama untuk mengantisipasi potensi serangan siber. Langkah ini menunjukkan keseriusan ancaman yang dihadapi AS.
Serangan siber dianggap sebagai pilihan yang lebih mudah dan efektif bagi Iran untuk membalas AS. Sejarah mencatat, hacker yang terkait dengan Teheran pernah menyerang rumah sakit dan fasilitas air di Amerika Serikat. Hal ini menjadi bukti kemampuan dan kecenderungan Iran untuk melakukan serangan siber sebagai alat pembalasan.
Ancaman Siber Iran: Pernyataan Para Ahli
Adam Meyers, wakil presiden senior di perusahaan keamanan siber CrowdStrike, menyatakan, “Balasan Iran sudah dimulai, dan dimensi digital dari itu mungkin tidak akan lama lagi menyusul.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa ancaman serangan siber dari Iran sudah nyata dan segera terjadi. Perusahaan keamanan siber lainnya juga turut meningkatkan kewaspadaan dan melakukan pemantauan.
Meyers juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada kebocoran data besar yang terjadi. Namun, aktivitas peretas Iran yang memindai kelemahan sistem software di AS dan secara terbuka membahas serangan balasan terhadap organisasi AS, menunjukkan keseriusan ancaman tersebut. Kemampuan Iran dalam melakukan serangan siber tidak dapat dianggap remeh.
Seorang pejabat AS yang memantau ancaman peretasan Iran juga memberikan peringatan. Mereka menyatakan bahwa Teheran berpotensi menargetkan pejabat pemerintah AS jika mereka merasa stabilitas atau kelangsungan rezim mereka terancam. Peringatan ini menunjukkan bahwa serangan siber mungkin tak hanya menargetkan infrastruktur, tetapi juga individu.
Sejarah Serangan Siber dan Target Potensial
AS menuduh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) berada di balik sejumlah serangan siber terhadap fasilitas air di AS. Serangan-serangan ini terjadi sejak agresi Israel ke wilayah Gaza pada 2023 dan telah menyebabkan gangguan layanan. Hal ini menunjukkan kemampuan Iran dalam melakukan serangan siber terencana dan terarah.
Salah satu contoh serangan adalah peretasan peralatan industri di sebuah pabrik air di luar Pittsburgh. Peretas berhasil mengendalikan peralatan dan menuliskan pesan anti-Israel di monitor. Insiden ini menunjukkan kemampuan peretas untuk menyusup ke infrastruktur kritis dan menyebabkan gangguan operasi.
Respons Pemerintah AS dan Langkah Antisipasi
Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA) menegaskan sedang berkoordinasi dengan pemerintah, industri, dan mitra internasional. Tujuannya adalah berbagi informasi intelijen dan mengantisipasi potensi serangan siber dari Iran. Meskipun belum ada ancaman spesifik yang kredibel, kewaspadaan tetap tinggi.
Juru bicara CISA, Marci McCarthy, menyatakan, “Saat ini tidak ada ancaman kredibel spesifik terhadap wilayah dalam negeri.” Pernyataan ini menekankan bahwa meskipun belum ada serangan besar, pemerintah AS tetap siaga dan terus memantau situasi. Langkah antisipasi ini penting untuk meminimalisir dampak potensial serangan siber.
DHS juga mengeluarkan peringatan publik tentang potensi serangan siber tingkat rendah dari kelompok hacktivis pro-Iran, dan bahkan serangan yang dilakukan oleh aktor siber yang terkait dengan pemerintah Iran. Peringatan ini menunjukkan bahwa ancaman siber dari Iran adalah nyata dan perlu diwaspadai.
Kesimpulannya, serangan militer AS terhadap fasilitas nuklir Iran telah meningkatkan ketegangan dan memicu kekhawatiran akan gelombang serangan siber balasan. Pemerintah AS telah meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah antisipasi, namun ancaman siber dari Iran tetap menjadi perhatian serius yang memerlukan pemantauan dan respon yang terus menerus.