Amerika Serikat (AS) kembali menuai kecaman internasional setelah memveto resolusi Dewan Keamanan PBB terkait konflik di Gaza. Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata dan akses kemanusiaan tanpa batas di wilayah yang dilanda konflik tersebut. Langkah AS ini mendapat kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk kelompok Hamas.
Hamas menyebut veto AS sebagai tindakan “memalukan” dan menuduh Washington “melegitimasi genosida” di Gaza. Mereka mengulangi tuduhan kejahatan perang terhadap Israel dan mengecam sikap AS yang dianggap membiarkan penderitaan warga sipil di Gaza.
Hamas Kecam Veto AS, Tuduh AS Melegitimasi Genosida di Gaza
Dalam sebuah pernyataan resmi, Hamas mengecam keras veto Amerika Serikat terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan senjata di Gaza. Mereka menilai tindakan AS ini sebagai bukti dukungan terhadap agresi Israel dan pengabaian terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.
Pernyataan tersebut juga menegaskan kembali tuduhan genosida terhadap Israel, menyatakan bahwa veto AS justru memperkuat tindakan tersebut. Hamas menyerukan kepada komunitas internasional untuk menekan AS agar mengubah sikapnya.
AS Bela Diri, Tegaskan Dukungan untuk Israel
Menanggapi kecaman internasional, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membela keputusan negaranya. Ia menyatakan bahwa resolusi PBB tersebut kontraproduktif dan tidak mendukung upaya diplomasi yang sedang berlangsung.
Rubio menegaskan bahwa AS tidak akan mendukung teks yang menyamakan Israel dan Hamas, atau mengabaikan hak Israel untuk membela diri. Pernyataan ini memperkuat komitmen AS terhadap Israel, meski di tengah kecaman atas konflik di Gaza.
Resolusi DK PBB yang Diveto: Seruan Gencatan Senjata dan Akses Kemanusiaan
Resolusi Dewan Keamanan PBB yang diveto AS berisi seruan untuk gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza. Resolusi ini juga menekankan pentingnya pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok lainnya.
Selain itu, resolusi tersebut menyerukan pencabutan semua pembatasan terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang selama berbulan-bulan terhambat aksesnya akibat konflik. Pembatasan ini telah memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.
Pemungutan suara di DK PBB ini merupakan yang pertama terkait konflik Gaza sejak November lalu, menunjukkan meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel untuk mengakhiri konflik dan memperbaiki akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Kegagalan resolusi ini semakin memperdalam kekhawatiran atas situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Keengganan AS untuk mendukung resolusi ini, yang didukung oleh 14 negara anggota DK PBB, menunjukkan kompleksitas politik yang melingkupi konflik tersebut dan ketidakseimbangan kekuatan dalam Dewan Keamanan PBB itu sendiri.
Situasi di Gaza tetap tegang, dengan jutaan warga sipil menghadapi kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan yang memadai. Peristiwa ini sekali lagi menyoroti kebutuhan mendesak akan solusi damai dan gencatan senjata permanen untuk meredakan penderitaan warga Gaza.
Ke depan, perkembangan situasi di Gaza dan tanggapan komunitas internasional terhadap sikap AS akan terus menjadi sorotan dunia. Tekanan internasional yang semakin kuat kemungkinan besar akan terus berlanjut, seiring dengan meningkatnya keprihatinan atas krisis kemanusiaan di Gaza dan potensi eskalasi lebih lanjut konflik.