Amerika Serikat menuai kecaman keras dari Hamas menyusul veto terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata dan akses kemanusiaan tanpa batas di Gaza. Washington beralasan resolusi tersebut dapat menghambat diplomasi yang tengah berjalan. Ketegangan di kawasan tersebut semakin meningkat pasca penolakan AS ini.
Hamas menyebut veto AS sebagai tindakan “memalukan” dan mengulangi tuduhan “genosida” di Gaza. Pernyataan keras ini mencerminkan kekecewaan dan kemarahan atas kurangnya dukungan internasional terhadap warga sipil Gaza yang tengah menderita.
Veto AS Picu Kecaman Internasional
Pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (4/6/2025) merupakan yang pertama terkait konflik Gaza sejak November lalu. Hasilnya, 14 negara anggota menyetujui resolusi tersebut, sementara AS menggunakan hak veto-nya.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membela keputusan negaranya. Ia menyatakan resolusi tersebut kontraproduktif dan tidak sejalan dengan upaya diplomasi yang sedang dilakukan.
Rubio menegaskan, AS tak akan mendukung teks yang menyamakan Israel dan Hamas, atau mengabaikan hak Israel untuk membela diri. Pernyataan ini semakin memperkuat posisi AS yang konsisten mendukung Israel dalam konflik ini.
Isi Resolusi yang Di-veto
Resolusi yang ditolak tersebut menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza. Semua pihak, termasuk Hamas dan Israel, diharapkan menghormati gencatan senjata ini.
Selain itu, resolusi tersebut menyerukan pembebasan segera para sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok lain. Ini menjadi poin penting yang juga ditekankan oleh berbagai negara.
Poin krusial lainnya adalah pencabutan semua pembatasan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Akses bantuan yang terhambat selama berbulan-bulan telah menyebabkan penderitaan kemanusiaan yang sangat besar.
Dampak Veto Terhadap Krisis Kemanusiaan di Gaza
Veto AS menandai tindakan pertama Washington di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump terkait konflik Gaza sejak Januari 2025. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap komitmen internasional dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan di Gaza.
Israel menghadapi tekanan internasional yang semakin meningkat untuk mengakhiri konflik. Tekanan ini terutama terkait dengan distribusi bantuan kemanusiaan yang terhambat selama berbulan-bulan.
Meskipun Israel mengizinkan sedikit bantuan PBB memasuki Gaza pada pertengahan Mei, akses masih sangat terbatas dan belum cukup untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang meluas.
Kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik dan semakin memperparah penderitaan warga sipil Gaza. Perlu upaya diplomasi lebih intensif dan komitmen nyata dari berbagai pihak untuk mencapai solusi damai dan mengakhiri penderitaan kemanusiaan di Gaza.
Ke depan, peran diplomasi internasional akan sangat menentukan dalam meredakan ketegangan dan mendorong solusi yang adil dan berkelanjutan bagi konflik Israel-Palestina. Solusi jangka panjang yang komprehensif menjadi kunci untuk menciptakan perdamaian abadi di kawasan tersebut.